SURABAYA - Hilangnya dana nasabah Bank OCBC NISP menjadi sorotan serius dalam Legal Discussion yang digelar Academic Research BLS FH Universitas Airlangga bekerja sama dengan Departemen Akademik Pengembangan Prestasi BEM FH UNAIR, Jum'at (21/11/2025).
Acara yang mengangkat tema “Pertanggungjawaban dan Perlindungan Konsumen dalam Layanan Keuangan Digital: Antara Error Sistem, Klausula Baku dan Tanggung Jawab Hukum" ini menghadirkan dua narasumber, yakni Johanes Dipa Widjaja, S.H., S.Psi., M.H., M.M., kuasa hukum nasabah OCBC, serta Dr. Bambang Sugeng Ariadi Subagyono, S.H., M.H., Komisioner Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN).
Dalam pemaparannya, Johanes Dipa memberikan contoh kasus hilangnya dana nasabah OCBC merupakan bentuk nyata dari persoalan error sistem dalam layanan keuangan digital. Ia menilai Bank OCBC NISP telah melanggar prinsip kehati-hatian dan prinsip kerahasiaan bank.
“Bank OCBC tidak melakukan prinsip kehati-hatian dalam menjaga simpanan nasabah. Selain itu, data nasabah Tirtohardjo Rukmono kok bisa diketahui pihak lain, hal tersebut bertentangan dengan prinsip kerahasiaan dan merugikan nasabah. Maka itu jelas perbuatan melanggar hukum,” tegasnya.
Sementara itu, Dr. Bambang menyoroti praktik klausula baku yang kerap dicantumkan perbankan dalam perjanjian layanan digital. Menurutnya, banyak bank masih memasukkan klausul yang mengalihkan tanggung jawab kepada konsumen, padahal hal tersebut dilarang oleh Undang-Undang Perlindungan Konsumen.
“Seringkali bank membuat Syarat Ketentuan Umum (SKU) yang menyatakan segala transaksi sepenuhnya menjadi tanggung jawab nasabah. Klausul seperti itu batal demi hukum. Bahkan jika dikaitkan dengan Pasal 62 UU Perlindungan Konsumen, pelaku usaha yang sengaja membuat klausula baku yang dilarang dapat dipidana hingga 5 tahun atau didenda lima ratus juta rupiah,” jelasnya.
Sedangkan Manager Academic Research BLS FH UNAIR, Kanza Azzahra, menambahkan bahwa diskusi ini sangat relevan dengan dinamika perlindungan konsumen dan hukum bisnis saat ini. Menurutnya, isu pertanggungjawaban bank ketika terjadi error sistem merupakan topik yang membutuhkan kajian hukum yang lebih mendalam.
“Diskusi ini memberi perspektif penting mengenai celah hukum yang sering dimanfaatkan pelaku usaha, terutama terkait klausula baku yang merugikan konsumen. Kami berharap mahasiswa FH UNAIR dan peserta forum dapat lebih kritis menganalisis kasus-kasus perbankan di era digital,” ujarnya.
Kanza juga menekankan pentingnya pemahaman komprehensif mengenai penegakan hukum untuk melindungi hak fundamental konsumen.
“Dengan pemaparan dari praktisi dan komisioner BPKN yang juga akademisi FH UNAIR, kami berharap mahasiswa memahami bagaimana hukum harus ditegakkan demi melindungi konsumen dari praktik bisnis yang tidak adil,” tutupnya.
Di sisi lain, persoalan yang menjadi pembahasan dalam forum tersebut juga tengah berproses di pengadilan yakni perkara antara Bank OCBC NISP dan nasabah asal Surabaya, Tirtohardjo Rukmono, di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Perkara dengan nomor 574/Pdt.G/2025/PN.JKT.Sel.
Kasus ini menjadi salah satu contoh nyata bagaimana sengketa terkait layanan digital perbankan semakin sering muncul dan menuntut kejelasan pertanggungjawaban hukum perbankan di era digital. (*)
Editor : M Fakhrurrozi



















