Baru-baru ini, publik dikejutkan oleh insiden di ruang DPR RI ketika foto Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka tidak ditampilkan dalam presentasi yang disampaikan oleh Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP), Maruarar Sirait. Kejadian ini tidak hanya sekadar masalah teknis, tetapi mencerminkan dinamika politik yang lebih dalam. Artikel ini akan mengupas aspek-aspek penting terkait insiden tersebut.
Insiden terjadi ketika Maruarar Sirait memberikan paparan dalam Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Tahun 2024. Dalam kesempatan itu, Maruarar secara terbuka meminta izin kepada Wakil Presiden Gibran untuk hanya menampilkan foto Presiden Prabowo Subianto, sebuah keputusan yang tampak disengaja dan bukannya kelalaian semata. Namun, keputusan ini mengundang tanda tanya tentang representasi dan penghormatan terhadap posisi Wakil Presiden dalam pemerintahan.
Sebagai wakil eksekutif tertinggi, Wakil Presiden memiliki peran konstitusional yang signifikan. Posisi Gibran tidak hanya sebagai pendamping Presiden, tetapi juga sebagai perwakilan seluruh rakyat Indonesia. Ketika fotonya tidak ditampilkan di ruang DPR, hal ini dapat diartikan sebagai tindakan yang meremehkan peran dan posisinya. Dalam sistem demokrasi, setiap pemimpin layak dihormati dan diakui keberadaannya, terlepas dari dinamika politik yang tengah berlangsung.
Maruarar menyatakan bahwa pemerintahan saat ini berada di bawah "satu komando, satu barisan, satu hati dan satu jiwa di bawah komando Bapak Prabowo." Meskipun tujuannya mungkin untuk menunjukkan persatuan, cara penyampaian ini dapat memunculkan kesan bahwa posisi Wakil Presiden kurang setara dengan posisi Presiden. Dalam sistem presidensial Indonesia, penting untuk menampilkan kedua pemimpin sebagai elemen yang saling melengkapi dan tidak bisa dipisahkan.
Insiden ini juga memperlihatkan dinamika politik internal yang mungkin tengah berlangsung di dalam pemerintahan. Ketegangan antara berbagai pihak dalam koalisi pemerintahan bisa menjadi salah satu alasan mengapa foto Gibran tidak ditampilkan. Jika dibiarkan tanpa penjelasan yang memadai, insiden ini dapat memperburuk hubungan antar pemimpin dan partai politik di Indonesia.
Jika praktik seperti ini terus terjadi, implikasinya terhadap budaya politik di Indonesia bisa menjadi serius. Penghormatan terhadap struktur pemerintahan perlu dijaga agar masyarakat melihat bahwa semua elemen pemerintah saling menghargai. Ketidakadilan dalam representasi pemimpin dapat memicu ketidakpuasan publik dan mengikis kepercayaan terhadap institusi pemerintahan.
Insiden tidak ditampilkannya foto Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka di ruang DPR RI adalah sinyal penting tentang bagaimana dinamika politik dapat mempengaruhi pandangan kita terhadap struktur kekuasaan dalam pemerintahan. Meskipun niat untuk menunjukkan kesatuan pemerintah adalah baik, pelaksanaannya harus dilakukan dengan bijak agar tidak menimbulkan kesalahpahaman atau kesan meremehkan peran penting dari setiap pemimpin.
Ke depan, penting bagi seluruh elemen pemerintahan untuk memperlihatkan kesatuan sambil tetap menghormati struktur konstitusional yang ada. Setiap pemimpin perlu merasa dihargai dan diakui perannya demi menjaga stabilitas dan kepercayaan publik terhadap pemerintah. Hanya dengan cara ini kita dapat membangun pemerintahan yang kuat dan efektif untuk masa depan Indonesia yang lebih baik. (*)