Isu terkait kenakalan remaja dan anak-anak selalu muncul belakangan ini.
Murid dari menantang guru, bertindak amoral melawan orang yang lebih tua. Sampai dengan berperilaku massif menebar terror ketakutan di masyarakat dengan membawa senjata tajam berkeliling kota. Viral dan gempar. Banyak juga yang gemas.
Ujung-ujungnya sama dengan kasus-kasus yang lain. Setelah ditangkap lalu meminta maaf, berdamai, dan seperti halnya yang sudah-sudah semuanya akan mengendap. Hingga ada kasus baru lagi, sampai ke minta maaf lagi. Berulang Kembali seperti itu seperti sebuah siklus rutin.
Ketika anak-anak dan remaja bertindak tidak seperti diharapkan, langsung saja tudingan mengarah pada dunia pendidikan. Diajar apa anak-anak kita di sekolah. Apa saja tugas guru dalam membimbing murid-murid. Pertanyaan klasik.
Setiap ada hal yang menyimpang selalu saja dunia pendidikan yang akhirnya lebih mudah untuk disalahkan.
Sekolah tidak pernah mendidik anak-anak untuk berbuat buruk. Baik sekolah yang bersifat formal, informal maupun informal. Tujuan dan visi misi sekolah selalu selaras dengan tujuan Pendidikan nasional sebagaimana tertuang dalam UU Sidiknas Tahun 2003 bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Sekolah adalah wahana untuk memanusiakan manusia. Guru-guru dididik untuk berkompeten secara pedagogis yang artinya sangat paham dengan keahlian mendidik, kompeten pula secara profesional di mana guru sangat menguasai bidang studinya. Pun, guru dituntut agar kompeten secara sosial dan kepribadian. Jadi tidak mungkin guru datang ke sekolah tidak dengan semangat untuk mencerdaskan anak didiknya. Mendidik tidak sekedar menemani siswa bermain dan memberikan materi. Namun mendidik adalah membimbing anak didik sampai mereka mencapai tujuan instruksional yang telah ditetapkan. Di samping itu, Mendidik adalah panggilan jiwa.
Anak-anak berada di lingkungan sekolah sekitar 7 sampai 8 jam dalam sehari. Praktis dalam periode waktu tersebut sekolah akan menjaga dan melindungi anak didik dari hal-hal negatif yang mungkin bisa terjadi. Apabila terjadi pun kita yakin bahwa disekolah akan dapat segera diatasi. Artinya, sekolah senantiasa akan mampu mengedalikan perilaku anak didik untuk selalu positif. Sekolah adalah lingkungan kontrol terbaik untuk membentuk sikap anak didik yang berada di dalamnya.
Kadang-kadang kita lupa bahwa masih ada sekitar 16 jam anak-anak tersebut diluar kontrol sekolah. Waktu 16 jam tersebut tentunya digunakan anak-anak untuk kegiatan yang berbeda-beda. Ada yang menghabiskan Sebagian besar waktunya di rumah bersama keluarga atau mmebantu orang tua. Ada yang tetap berkegiatan akademis dengan mengambil kursus untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan. Ada yang berkegiatan menngkatkan prestasi dalam bidang olahraga dengan berlatih di perkumpulan olahraga maupun komunitas seni yang diikuti. Dan Sebagian lagi memiliki komunitas-komunitas yang mungkin tidak terorganisir dengan kegiatan yang positif.
Dengan besarnya waktu yang dihabiskan anak-anak dan tanpa kontrol yang baik di luar lingkungan atau di luar sekolah inilah yang berpotensi membentuk karekter anak-anak.
Perlu dipertanyakan apa peran orang tua dan masyarakat di mana sebagian besar waktu mereka dihabiskan dalam mendidik anak-anak di lingkungannya. Bagaimana masyarakat ikut menjaga anak-anak dalam kehidupan sehari-hari. Siapa yang mengingatkan anak-anak yang merokok disamping rumah kita, misalnya. Termasuk siapa yang harus bersikap ketika anak-anak yang bermain disekitar kita ssesekali memaki, merundung teman yang lain dan berkata tidak sepatutnya serta sikap-sikap buruk lainnya.
Masyarakat saat ini terlalu permisif terhadap hal-hal negatif yang terjadi di sekelilingnya.
Tidak bisa sekolah dengan guru-gurunya dibiarkan sendirian berjuang berjibaku dalam mendidik anak-anak calon penerus bangsa ini.
Perlu lebih banyak peran orang tua dalam mendidik anaknya. Orang tua sebaiknya menyediakan waktu untuk anak-anaknya dalam sehari, seminggu, setahun berinteraksi lebih intensif dengan anak-anaknya. Orang tua juga hendaknya memberikan contoh dan tauladan terkait sikap dan perilaku positif sehari-hari kepada anak-anaknya.
Para orang tua perdulilah. Itu juga anak-anakmu sendiri. Jagalah dengan hatimu sebagaimana kalian menginginkannya dulu. Sebesar apapun mereka tetap anakmu yang butuh pelukan dan kehangatan sebagaimana yang mereka dapatkan darimu waktu kecil dulu.
Masyarakatku. Anak-anak di kampung kita adalah anak-anak kita juga. Jika mereka baik maka kampung kita pun akan menjadi baik. Lingkungan kita akan lebih terdidik. Perdulilah kita. Mari kita mulai dari lingkungan terdekat kita.
Semoga ini bisa menjadi solusi. Mari kita mulai peduli dengan anak-anak kita sendiri, anak-anak di lingkungan dan di sekeliling kita sendiri...(*)