Sepak bola bukan tentang soal 90 menit, terkadang yang membuat menarik dan memiliki cerita adalah bumbu-bumbu di dalamnya. Bumbu-bumbu ini ada yang terlalu manis, ada yang terlalu asin, ada yang kurang dan ada yang pas. Salah satu bumbu yang pas pada perhelatan piala dunia 2022 di Qatar ini, kita disuguhkan dengan sudut pandang bagaimana seorang pemain bisa berdiri di atas lapangan, menyanyikan lagu kebangsaan dengan penuh gairah, melalui doa seorang ibu.
Pasca Maroko menang melawan Spanyol melalui adau pinalti, Achraf Hakimi, menemui ibunya dan mencium kening ibunya. Momen itu yang menjadi perbincangan banyak orang. Sebelum momen itu, ada momen sujud syukur yang dilakukan seluruh punggawa Timnas Maroko. Menarik melihat sudut pandang Hakimi. Ia besar di Madrid, Spanyol, sebagai imigran. Hakimi adalah anak dari seorang ayah yang mencari nafkah dari berjualan sebagai pedagang kaki lima. Sementara ibunya bekerja sebagai asisten rumah tangga.
Pasca kemenangan itu, kita seperti diberikan “sanepo”, dalam bahawa Jawa berarti pesan tersembunyi. Bahwa para pemain bisa mencapai pencapaian seperti sekarang adalah melalui perantara doa seorang ibu. Kita bisa belajar dari hal tersebut, bukan hanya di sepak bola saja, akan tetapi sepanjang perjalanan hidup kita, sukses atau pun belum (penilaian manusia), pasti ada doa seorang ibu. Pasti. Mutlak.
Hal kecil yang dilakukan Hakimi membuat mata dunia melek kembali, atas kasih sayang seorang ibu. Bagaimana sepatu bola yang dulu kita pakai, adalah jerih payah seorang ibu yang sedikit demi sedikit mengumpulkan untuk bisa membelikan kita sepatu. Sepatu bola yang jebol, kemudian dibawa ibu untuk dijahit di pasar, dan bisa digunakan lagi. Hingga menjadi bintang dunia, dan memberikan pesan yang luar biasa, tentang hubungan pencapaian seorang anak dan kasih sayang seorang ibu.
Pasca kemenangan Maroko dan momen Hakimi tersebut. Dibabak 8 besar secara mengejutkan, mereka mampu mengalahkan Portugal dengan skor tipis 1 gol tanpa balas. Usai kemenangan yang menghantarkan Maroko menjadi tim pertama dari benua Afrika yang bisa menembus semifinal piala dunia, kembali kita disuguhkan dengan momen para pemain dengan ibunya.
Pemain sayap Maroko, Boufal membawa sang ibu ke lapangan untuk berjoget bersama merayakan Maroko lolos ke semifinal untuk berjumpa Prancis. Setelah ayahnya meninggal pada tahun 2019, Sofiane Boufal berjanji tak akan pernah membiarkan ibunya kesepian. Kini, meski pun masih sebatas semifinal, Boufal membawa sang ibu menari bersama bersama sang ibu di tengah keramaian gegap gempita dunia yang turut menghantarkan Maroko agar dapat melenggang lebih jauh lagi.
Lain cerita dengan pelatih Maroko, Walid Regragui, untuk kali pertama sepanjang karirnya sebagai pelatih, sang ibu akhirnya menyempatkan untuk hadir di stadion, mendukung langsung sang anak memimpin The Lions of Atlas. Seusasi pertandingan, Walid mencari sang ibu kemudian mencium dan memeluk sang ibu.
Gelaran piala dunia Qatar 2022 kali ini sedari awal banyak yang meragukan gegap gempitanya. Tak seperti gelaran piala dunia edisi sebelumnya, yang selelu antusias hitung mundur. Bahkan H-1 kick off yang mempertemukan tuan rumah Qatar melawan Ekuador pun masih banyak yang belum mengetahuinya.
Sedikit demi sedikit, setelah kick off digulirkan, ternyata menyimpan banyak kejutan. Bisa jadi gairah itu dimulai dari Arab Saudi yang menekuk kandidat unggulan juara piala dunia kali ini, Argentina. Jepang yang menggulung Jerman. Puncaknya adalah Maroko yang berhasil membuat catatan sejarah sebagai tim Afrika pertama yang berhasil menembus semifinal piala dunia.
Piala dunia kali ini bukan hanya soal kemenangan, kekalahan, drama, atau pemain muda bertalenta, tetapi hadirnya ibu bagi para pemain.
Dan sepak bola bukan hanya soal 90 menit, sepak bola adalah doa ibu yang lebih dari 90 menit. (*)