NGANJUK - Sejumlah petani padi di Nganjuk mengeluhkan penolakan Bulog Nganjuk dan Kediri terhadap hasil panen gabah mereka. Penolakan ini memaksa petani menjual gabah ke tengkulak dengan harga di bawah Harga Pembelian Pemerintah (HPP). Kekecewaan itu, salah satunya meluncur dari pernyataan Warniadi, petani dari Desa Patian, Kecamatan Loceret, Nganjuk. Ia mengaku Bulog menolak gabah kering hasil panennya dengan alasan kuota pembelian sudah penuh.
"Mulai hari ini (17 Maret 2025) pihak Bulog Nganjuk menolak membeli gabah hasil panen dari petani, dengan alasan kuota pembelian dari Bulog sudah penuh, dan hanya melayani pemesanan penjualan dari petani sebelumnya," keluh Warniadi.
Warniadi juga mengeluhkan prosedur pembelian gabah di Bulog yang dianggap rumit. Petani harus mendaftar minimal tiga hari sebelum panen, namun seringkali molor hingga satu atau dua minggu. Setelah mendaftar pun, gabah mereka tetap ditolak. Akibatnya, Warniadi terpaksa menjual gabahnya ke tengkulak dengan harga Rp5.700 per kilogram, jauh di bawah HPP Rp6.500 per kilogram. Ia mengalami kerugian sekitar Rp3-4 juta untuk lahan seluas 196 meter persegi.
"Terpaksa saya jual ke tengkulak, mana yang bisa membeli saja, sebab hasil panen terjual karena petani sudah punya jadwal untuk masa tanam kedua," tambah Warniadi.
Petani berharap Bulog terus membeli hasil panen gabah mereka sesuai arahan Presiden Prabowo. Mereka juga meminta pemerintah menindak tegas tengkulak yang membeli gabah di bawah HPP.
Kepala Gudang Bulog Nganjuk, Afif Riski, menolak memberikan konfirmasi terkait masalah ini. Ia meminta media membuat surat permohonan siaran pers ke Bulog Kediri. Sementara itu, Asisten Manajer Bulog Kediri, Nita Purwaningtiyas, menyatakan pimpinannya belum bersedia memberikan pernyataan dengan alasan sedang rapat.
Editor : M Fakhrurrozi