SURABAYA - Profesor. Dr. M. Hadi Subhan SH. MH. CN, guru besar ilmu Kepailitan Universitas Airlangga (UNAIR) Surabaya dihadirkan sebagai ahli oleh PT. Cahaya Fajar Kaltim (CFK)di Pengadilan Negeri Surabaya pada sidang Permohonan PKPU dan Kepailitan melawan PT. Cahaya Energi Semeru Santosa (CESS).
Mengawali sidang, ahli berpendapat bahwa syarat PKPU adalah sama dengan dan syarat Pailit yaitu ada dua Kreditur atau lebih, ada hutang yang sudah jatuh tempo dan dapat ditagih dan dapat dibuktikan secara sederhana.
Ahli juga berpendapat bahwa hutang yang berlawanan dengan undang-undang seperti Togel adalah Utang yang tidak dapat ditagih. Termasuk hutang yang sudah didaftarkan dalam PKPU atau Kepailitan tapi didaftarkan dalam gugatan perdata.
"Jadi hutang itu sudah di Homologasi di Pengadilan Niaga. Jadi bertentangan dengan hukum Kepailitan jadi hutang itu tidak dapat ditagih," katanya di ruang sidang Cakra, Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Surabaya. Senin (4/12/2023).
Baca Juga : PT CESS Kembali Ajukan Permohonan PKPU PT CFK, Beryl: Menganggu Homologasi
Dalam sidang, kuasa hukum termohon sempat mempertanyakan status hutang yang pernah diajukan Homologasi, tetapi ada bantahan atau penolakan pada hutang tersebut. Terkait hal ini, ahli berpendapat bahwa hutang yang sudah diputus dan didalam verifikasi, maka hutang itu sifatnya mengikat.
"Misalnya saya punya tagihan Rp 1 Miliar. Tetapi sama pengurus PKPU dicatat Rp 500 juta dan dalam verifikasi terbukti Rp 500 juta. Kemudian saya mengajukan gugatan ke pengurus tersebut. Kemudian pengurus menyatakan bahwa ini hanya terverifikasi Rp 500 juta. Kemudian langkah yang terakhir adalah mengajukan keberatan kepada Hakim Pengawas," paparnya.
Selanjutnya, hakim pengawas akan menetapkan jumlah tagihan yang sebenarnya. Setelah itu, putusan hakim pengawas dalam Kepailitan ada Renvoi Prosedur. Tetapi di dalam PKPU bersifat Final and Binding (akhir dan mengikat).
Bahkan dalam SEMA terbaru hasil Focus Group Discussion (FGD) Semarang ditetapkan hakim pengawas terkait perselisihan iti tidak bisa digugat melalui Hakim pemutus.
Ahli menambahkan, didalam Kepailitan ada dua asas yaitu asas Erga Ormes. Bahwa Keputusan PKPU dan Pailit itu mengikat ke semua Kreditor, tidak hanya pada yang Kreditor yang mendaftar saja.
Terkait pemberlakuan putusan PKPU dan Pailit Erga Ormes tersebut maka putusan PKPU atau Pailit itu harus diumumkan ke surat kabar atau berita negara (Promugasi). Ini untuk penegasan bahwa semua orang akan terlibat.
Dalam persidangan, ahli juga menjelaskan Kreditur yang sudah terikat pada PKPU Homologasi dapat mengajukan Permohonan PKPU. Menurutnya, kalau Kreditur merasa dirugikan karena debitur itu kalau terhadap Homologasi tersebut, maka upayanya harus melalui pembatalan putusan Homologasi.
Tapi kalau Kemudian Kreditur yang tidak mendaftar atau mendaftar tapi tidak terberigikasi maka si Kreditor tidak bisa mengajukan gugatan yang tidak terverifikasi tersebut melalui Kepailitan atau PKPU.
"Saya meneliti dalam registrasi Mahkamah Agung hasil FDG Semarang dan hasil FDG Surabaya dikatakan, PKPU yang berakhir karena perdamaian, Kreditor lainnya yang tidak terverifikasi tidak dapat mengajukan PKPU yang lain. Lebih progresif lagi di registrasi MA yang sedang pemaksaan Homologasi itu tidak bisa atau tidak dapat di PKPU atau Pailit Ulang. Contoh di Garuda. Itu rasio legis kenapa MA menentukan bahwa yang sudah terverifikasi tidak boleh diajukan Pailit atau PKPU. Baik Kreditur yang terverifikasi maupun yang tidak terverifikasi. Untuk Hutang yang baru, MA menyatakan ke Perdata saja. Di Pasal 286 UU Kepailitan dan PKPU dengan tegas dinyatakan bahwa perdamaian itu mengikat pada semua Kreditor. Kecuali Kreditor separatis yang tidak setuju karena dia mendapat kompensasi," jawab ahli M. Subhan.
Dikonfirmasi setelah selesai persidangan, Yohanes Dipa Wijaya mewakili PT. CFK mengatakan sependapat dengan pernyataan ahli Kepailitan dan PKPU yang mengatakan bahwa putusan Homologasi itu sifatnya Erga Ormes bukan hanya berlaku kepada Kreditur yang mendaftarkan tagihannya saja, tetapi berlaku juga bagi seluruh Kreditur.
"Homologasi itu memutihkan semua perikatan yang terjadi sebelum adanya Homologasi. Artinya semua perikatan yang terjadi pada Kreditur yang sudah ada di dalam perjanjian perdamaian yang telah di homologasikan," katanya.
Diceritakan oleh Yohanes Dipa. Bahwa Permohonan ini diajukan oleh PT. CESS kepada PT. CFK.
"PT.CESS ini adalah Kreditur pada saat proses PKPU PT. CFK yang terdahulu sudah pernah mengikuti dalam pendaftaran tagihan. Lha kok anehnya sekarang mengajukan Permohonan PKPU ulangan. Alasannya karena di dalam proses PKPU sebelumnya PT. CESS mengajukan tagihan sebesar Rp 91 miliar, ternyata yang diakui dan terverifikasi pada waktu hanya sekitar kurang lebih Rp 61 miliar dan yang tidak terverifikasi atau yang dibantah ada sekitar Rp 39 miliar lebih. Karena ada yang dibantah itulah PT. CESS mengajukan Kasasi dan mengajukan permohonan PKPU dan dalam persidangan tadi ternyata Kasasinya dicabut.
Menurut Yohanes Dipa, kalau PT. CESS masih merasa ada hutangnya, silahkan diuji atau digugat bukan di perdata Niaga, melainkan di perdata biasa.
"Tapi apapun itu kan sudah ada Penetapan dari Hakim Pengawas terkait putusan itu. Artinya tidak boleh diajukan PKPU lagi. Apalagi hasil FDG Mahkamah Agung di Semarang dan Surabaya yang mengatakan terhadap putusan yang sudah ada Homologasinya tidak dapat diajukan Permohonan PKPU lagi," pungkasnya di Pengadilan Negeri Surabaya.(Ayul Andim)
Editor : M Fakhrurrozi