SURABAYA - “Dinasti tidak akan pernah mati karena runtuhnya abad kerajaan - kerajaan. Dia akan bermetamorfosis dan mewujud menjadi dinasti - dinasti baru pada industri - industri kapitalis, praktik - praktik kekuasaan negara dengan pemerintahannya yang konspiratif dan bar – bar”
Ini adalah potongan narasi dari pentas Teater Api Indonesia yang berjudul Dinasti Bulldog, digelar di Gedung Cak Durasim, Taman Budaya Jawa Timur, Jalan Gentengkali Surabaya pada Rabu (22/11/2023).
Melalui instrumen batang-batang lidi, Dinasti Bulldog mengungkap masalah runtuhnya era kerajaan kelompok keluarga kerajaan yang berkuasa tunggal, berganti menjadi parlementer. Namun di era industrialisasi dengan ekonomi kapitalisme, melahirkan dinasti-dinasti baru yang melakukan penguasaan di bidang politik maupun ekonomi negara hingga saat ini.
Pentas yang disutradarai Luhur Kayungga ini bercerita tentang anjing Bulldog sebagai anjing ras tertua di dunia yang dikenal sebagai anjing petarung yang agresif dan tangguh. Anjing galak ini hanya patuh pada tuan pemeliharanya yang telah memberinya kekuasaan untuk menjaga aset dan wilayahnya. Anjing jenis ini selalu menurunkannya pada keluarga dan kerabat terdekatnya : sebuah kekuasaan dinasti yang masif, dibangun dengan spirit yang brutal dan beringas.
Dikatakan Ketua Teater Api Indonesia, M. Soleh, pentas Dinasti Bulldog ini adalah pentas pertama di usia Teater Api Indonesia ke 30. Pertunjukan ini terinsipirasi dari naskah Die Hamletmachine, karya Heinner Muller tahun 1977.
Dengan memulai babaknya di tengah reruntuhan kerajaan Eropa, sebagai gambaran hancurnya sistem monarki (dinasti) yang peralihannya diganti zaman baru yakni abad kapitalisme industri : sebuah dinasti abad mesin mesin, cerobong asap yang mengubur buruh buruh dalam kubangan limbah limbah pabrik.
"Teater Api indonesia sudah melewati usia 30 tahun. Kami berproses, berdiskusi, berlatih, bersinggungan dengan banyak wacana, menggelar puluhan pertunjukkan. Dan sekarang kami disini untuk kembali menampilkan pertunjukkan teater di Cak Durasim," ucap Soleh.
Di Usia 30 tahun ini, teater yang lahir di Surabaya ini menemukan diri dalam konsep Teater Tubuh, yang menitikberatkan laku teater dalam bentuk eksplorasi tubuh.
"Dalam konsep ini, kami kembali kepada tubuh. berinteraksi dengan alam, menyikapi semua persoalan, hingga mencipta sebuah gagasan, kami berangkat dari tubuh dan kembali ke tubuh," tuturnya.
Saat pentas dilakukan, para pemain teater dalam olah gerak tubuh pun tampil memukau apalagi didukung dengan pencahayaan yang sempurna. Terutama saat tampil bersama ornamen jerami.
Pentas teater tubuh dinasti Bulldog ini seolah juga mencerminkan kondisi perpolitikan di Indonesia saat massa kampanye capres dan cawapres saat ini yang sarat dengan isu soal politik dinasti.(Ferry Maulina)
Editor : M Fakhrurrozi