Revolusi dunia terus bergulir, termasuk dalam sistem pemerintahan yang perlu pembaruan agar tidak terpaku pada pola lama. Di masa modern seperti sekarang, pola pikir yang segar menjadi kebutuhan penting dalam memimpin sebuah wilayah atau negara. Pola pikir ini sering kali lebih mudah ditemukan di kalangan generasi muda, yang kini semakin banyak menekuni dunia politik.
Indonesia adalah negara besar yang kaya akan keberagaman ras, suku, budaya, dan agama. Memimpin negara yang memiliki banyak perbedaan seperti Indonesia tentu perlu kapasitas besar dan kemampuan untuk memahami beragam latar belakang tersebut. Dalam konteks ini, generasi muda dengan visi dan pola pikir modern bisa menjadi agen perubahan yang membawa perkembangan nyata. Sejumlah pemimpin muda di Indonesia, seperti Rezita Meylani Yopi (Bupati Indragiri Hulu), Mochamad Nur Arifin (Bupati Trenggalek), dan Aditya Halindra Faridzki (Bupati Tuban), telah membuktikan kemampuan mereka dalam memimpin dengan baik.
Partai politik menjadi tempat di mana calon-calon pemimpin muda dapat mengasah keterampilan dan kemampuan mereka, memperoleh dukungan, serta menunjukkan eksistensi. Dengan adanya partai-partai yang mendukung kalangan muda, hal ini menunjukkan bahwa keterlibatan pemuda dalam politik semakin dianggap penting. Namun, pertanyaannya, apakah kaum muda ini sudah benar-benar pantas berpolitik dan memimpin? Pantas atau tidaknya mereka tidak bisa hanya dilihat dari usia, melainkan dari kinerja dan pencapaian mereka di lapangan.
Gibran Rakabuming Raka, salah satu pemuda yang dinilai berhasil memimpin daerahnya, berhasil mengangkat Solo sebagai salah satu kota paling toleran di Indonesia dan memulihkan pertumbuhan ekonomi kota tersebut pasca-pandemi. Solo dinobatkan sebagai kota paling toleran versi SETARA Institute, menduduki peringkat ke-4 dari 94 kota yang diobservasi. Tidak hanya itu, Gibran juga berhasil menumbuhkan kembali angka pertumbuhan ekonomi Solo yang sempat terpuruk pada 2020 akibat pandemi. Data menunjukkan bahwa setelah Gibran menjabat, kota Solo mengalami peningkatan ekonomi yang positif. Pencapaian ini membuktikan bahwa usia bukanlah patokan mutlak untuk menilai kemampuan seseorang dalam berpolitik dan memimpin.
Di era globalisasi dan teknologi saat ini, pemuda membawa pola pikir adaptif yang menggunakan teknologi sebagai sarana perubahan signifikan di berbagai sektor. Dengan kreativitas yang mereka miliki, para pemuda mampu menciptakan peluang baru, berinovasi, dan meningkatkan kualitas hidup masyarakat, termasuk dalam membangun bangsa. Mereka juga terbukti menjadi jembatan bagi rakyat untuk menyuarakan isu-isu penting, mendorong transparansi pemerintah, dan memperkuat demokrasi.
Peran pemuda dalam politik di era sekarang tidak hanya menciptakan pemerintahan yang lebih baik tetapi juga membentuk masa depan negara yang lebih inklusif dan progresif. Pemimpin muda adalah bagian dari generasi penerus yang siap membawa Indonesia menuju perubahan yang lebih baik. (*)
*) Helsa Abi, mahasiswa UNESA asal surabaya dengan hobi otomotif dan individu yang berjiwa muda. Senang berpetualang menemukan kebebasan di atas jok motor, setiap perjalanan adalah kesempatan untuk menjelajahi tempat baru dan merasakan sensasi adrenalin. Kesukaannya pada dunia otomotif tidak hanya sebatas berkendara tapi juga hal yang berkaitan dengan mesin dan kecepatan.
Editor : Iwan Iwe