SURABAYA - Seluruh ekosistem pertembakauan, mulai dari Kamar Dagang dam Industri (Kadin) Jawa Timur, industri hasil tembakau, petani tembakau, puluhan asosiasi terdampak, akademisi, perwakilan PBNU hingga DPRD Jatim dan DPR RI sepakat menolak revisi PP 109/2012.
Penolakan diwujudkan dengan melakukan penandatangan pakta penolakan yang dibentangkan di lokasi Sarasehan Nasional Pertembakauan, Hall Graha Kadin Jatim, Surabaya, Rabu (22/2/23).
Anggota Komisi XI DPR RI Muhammad Misbakhun,mengatakan sejauh ini ada ketidakadilan nyata yang dilakukan pemerintah terhadap pelaku pertembakauan di Indonesia. Menurutnya, langkah pemerintah ini adalah akibat adanya tekanan internasional terkait Framework Convention on Tobacco Control (FCTC) yang kemudian dimasukkan ke dalam agenda regulasi nasional.
“Ketika mengambil keputusan terkait industri hasil tembakau, hendaknya tidak dilihat terbatas pada satu aspek kesehatan saja, namun juga aspek lainnya, mulai dari penyerapan hasil pertanian tembakau, kelangsungan lapangan kerja, potensi produk ilegal, hingga potensi penerimaan negara,” ujar Misbakhun.
Ketua Umum Kadin Jatim, Adik Dwi Putranto mengatakan, wacana revisi PP 109/2012 merupakan topik yang tengah menjadi pembahasan pelik di pemangku kepentingan pertembakauan. Dorongan untuk kembali melakukan revisi atas peraturan ini kembali digaungkan setelah dikeluarkannya Keputusan Presiden Nomor 25 Tahun 2022 tentang Program Penyusunan Peraturan Pemerintah Tahun 2023 pada 23 Desember 2022 lalu.
"Amandemen peraturan ini bertujuan untuk menurunkan prevalensi merokok anak dari 9,1% menjadi 8,7% pada tahun 2024 serta mendorong hidup sehat. Tetapi faktanya data terbaru dari Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2023 menunjukan penurunan prevalensi merokok anak usia dibawah 18 tahun secara signifikan dari 9,65% pada tahun 2022 menjadi 3,44%.
Hal ini menjadi sebuah pertimbangan apa perlu melakukan PP 109/2012 jika tujuannya sudah tercapai. Padahal hingga saat ini terdapat lebih dari 446 regulasi yang diterbitkan oleh berbagai kementerian / lembaga yang isinya menekan sisi produksi dan sisi konsumsi produk rokok legal. Dampak ini mengakibatkan turunnya volume produksi IHT dari 346,3 miliar batang pada tahun 2014 menjadi 322 miliar batang pada tahun 2020.
"Jika revisi PP 109/2012 diterapkan, apakah dapat menimbulkan dampak baik atau justru menimbulkan dampak lain seperti rokok ilegal yang justru akan kontraproduktif dengan tujuan pemerintah. Maka dengan ini, Kadin Jatim menolak keras rencana revisi tersebut," tegasnya.
Ketua Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (GAPPRI), Henry Najoan menyampaikan, tujuan dari agenda revisi PP 109/2012 sejatinya adalah untuk menekan prevalensi perokok anak. Hal ini sejalan dengan mandat dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2020-2024 (RPJMN 2020-2024). Meski begitu, terangnya, revisi tersebut bukanlah cara yang tepat dan langkah solutif untuk tujuan yang ingin dicapai. Pihaknya menolak dengan tegas adanya revisi PP 109/2012.
"Dalam penerapannya selama ini, PP 109/2012 ini sebenarnya sudah ideal, mengatur dengan baik kegiatan pemasaran produk tembakau sebagaimana mestinya. Akan tetapi, hal ini belum diikuti dengan kegiatan edukasi serta pengawasan yang tepat. Inilah yang semestinya yang didorong oleh Pemerintah, dan bukan malah merevisi peraturan yang sudah baik menjadi restriktif sehingga berdampak pada jutaan orang yang menopangkan hidupnya pada industri tembakau” jelasnya.
Sementara itu, Sekjen DPN Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI), Mahmudi juga menjadi pihak yang menentang adanya revisi PP 109/2012. Agus berharap pemerintah dapat mendengarkan keresahan para petani, karena revisi ini akan memberi dampak besar pada penghidupan mereka. “Jika revisi PP 109/2012 diterapkan, hal ini dipastikan akan mempengaruhi penyerapan tembakau lokal, sehingga petani tembakau akan semakin tidak sejahtera,” tegasnya.
Untuk diketahui, dalam revisi PP 109/2012 ini berisi sejumlah hal, diantaranya pembesaran gambar peringatan kesehatan di bungkus rokok, ditargetkan menjadi 90 persen luas kemasan, pelarangan iklan, promosi, dan sponsorship produk tembakau di berbagai jenis media, serta penerapan Kawasan Tanpa Rokok (KTR).
Reporter:Selvy Wang
Editor:Vita Ningrum