JAKARTA - Presiden Prabowo Subianto resmi meluncurkan Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara) di halaman Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (24/2/2025).
Namun, keberhasilan Danantara masih banyak diragukan oleh masyarakat. Hal ini dilihat dari ajakan menarik uang tabungan dari bank plat merah milik pemerintah yang sedang ramai di sosial media.
Banyak yang khawatir Danantara akan bernasib seperti 1Malaysia Development Berhad (1MDB) yang menjadi salah satu kasus korupsi terbesar di dunia.
Danantara dikhawatirkan seperti program milik Malaysia tersebut karena dinilai memiliki tendensi politik di dalam struktur kepengurusannya.
CEO Danantara, Rosan Roeslani, menjelaskan setelah peresmian Danantara tersebut bahwa dalam investasi tentunya ada risiko yang harus dihadapi.
Menurutnya, Danantara bisa diaudit oleh siapa saja karena statusnya yang tidak kebal hukum. Ini membuat Danantara bisa diawasi lembaga-lembaga negara juga dan dapat diambil tindakan hukum jika melenceng.
"Tentunya dalam investasi pasti ada risiko, tapi risiko itu adalah resiko yang bisa kita hitung atau calculate risk. Nah, itu yang menjadi pegangan kita,” ujarnya.
“Karena di Indonesia tidak ada yang kebal hukum sama sekali. Jadi KPK bisa masuk. BPK juga bisa masuk. Jadi gak benar kalau KPK dan BPK gak bisa masuk,” imbuhnya.
Direktur Eksekutif The Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Esther Sri Astuti, merespons soal pembentukan Danantara.
Menurutnya, Indonesia perlu mengambil pelajaran dari badan sejenis, yaitu Temasek milik Singapura dan Khazanah milik Malaysia.
"Berdasarkan statement dari presiden itu sekitar USD900 miliar. Inikan berlipat-lipat ya dibanding Temasek dan Khazanah," tutur Esther.
"Yang harus kita kelola dengan baik ya, jangan sampai Danantara ini berakhir seperti 1MDB di Malaysia dengan skandal korupsi yang luar biasa,” ujarnya lagi.
Menurutnya, pengelolaan Danantara harus melibatkan partisipasi publik dalam pengawasannya. Transparansi laporan keuangannya seharusnya bisa diakses oleh publik dan melibatkan aspirasi publik dalam pengambilan keputusan investasi.
"Kalau di Temasek sendiri, mereka laporannya keuangannya auditable. Dari website-nya juga sangat clear ya," kata Esther melanjutkan.
"Mereka invest dimana, laporan keuangannya itu revenue-nya berapa, kemudian kliennya siapa saja, kemudian marketnya dimana saja itu sangat clear. Nah ini yang seharusnya dicontoh Danantara,” imbuhnya..
Esther sendiri belum bisa memprediksi terkait dampak Danantara terhadap perkembangan ekonomi di Indonesia.
“Kita perlu waktulah untuk bisa melihat sepak terjang dari Danantara. Apakah memang berkontribusi positif atau malah negatif,” pungkasnya.
Editor : Khasan Rochmad