KOTA MALANG - Intelektual organik, mantan aktivis Kampus yang juga Ketua Umum PB HMI Periode 1997-1999, Anas Urbaningrum mendorong agar kampus kembali bersuara lantang untuk menyehatkan cara berfikir bangsa.
Hal tersebut disampaikan Anas Urbaningrum dalam mimbar akademis yang diinisiasi Sygma Research and Consoulting bekerja sama dengan Fisip UB mengambil tajuk “Mengawal Demokrasi yang Bersih dan Beradab” di UB Coffee, Kamis (26/9/2024).
Kegiatan mimbar akademis juga dihadiri Wakil Dekan II Fisip UB, Achmad Imron Rozuli. Selain itu, kegiatan yang dimediatori Citra, staf pengajar Fakultas Perikanan UB ini juga dihadiri mahasiswa di seluruh fakultas UB, civitas akademi UB, mahasiswa sejumlah kampus di Malang Raya, aktivis Cipayung, kader-kader HMI dari beberapa cabang di seputar Malang Raya.
Anas menilai, obrolan ala kampus sekarang agak terdesak dengan obrolan-obrolan non kampus yang lupa dengan substansinya. Padahal sebetulnya sangat penting menjaga perbincangan publik yang sehat dan substantif.
"Suasana seperti itu datang dari lingkungan kampus. Karena kampus itu harus nyambung dengan dinamika kehidupan sosial, kehidupan politik. Jadi kalau narasi besar di kampus bisa nyambung dengan baik dan mempengaruhi dinamika pemikiran bangsa. Itu yang akan menyehatkan cara berfikir bangsa kita juga,” ujarnya.
Sebelum menghadiri mimbar akademis, Anas Urbaningrum sempat sarapan bersama di Guest House UB dengan sejumlah Civitas akademi UB dalam suasana keakraban penuh romantisme.
Secara jernih Anas Urbaningrum menyinggung tentang peran pentingnya dunia perguruan tinggi dan kampus agar selalu terjaga dan mengawal demokrasi.
"Kampus harus terlibat aktif mengawal Demokrasi dengan frase pencerahan Demos dan Pengawasan Kratos," kata Alumnus Fisip Unair itu.
Lebih jauh AU, panggilan akrab Anas Urbaningrum, menyatakan bahwa kuncinya kampus adalah pihak yang tidak boleh tidur.
"Kampus saat ini tertidur dan sedang ditidurkan. Kampus tidak boleh agak lama tidur dan ditidurkan. Kampus sudah tidak boleh lagi terlalu percaya memberikan blank check bagi para pemimpin," tegas AU.
Secara jernih AU menegaskan bahwa mahasiswa harus banyak minum pil anti cuek.
"Dengan minum pil anti cuek bagi kalangan mahasiswa akan membuatnya care (peduli) dengan lingkungan sekitar termasuk urusan politik dan demokrasi. Karena kalangan mahasiswa adalah kaum cendikia calon pemimimpin bangsa masa depan sehingga tidak boleh cuek dengsn kondisi yang ada," terangnya.
Dalam sesi diskusi, seorang penanya Jaka, mahasiswa S2 Universitas Brawijaya menanyakan adanya temuan tentang keterlibatan aparat penegak hukum yang mengintervensi masyarakat dalam prosesi pilkada di Kabupaten Malang.
"Intervensi aparat penegak hukum dalam momen pilkada seyogyanya bisa dihindari, karena akan merusak nilai esensi demokrasi itu sendiri," paparnya.
Anas Urbaningrum menyatakan mengawal proses demokrasi dengan melibatkan semua unsur.
"Semua unsur mesti berkomitmen melaksanakan tugas dan fungsinya sesuai aturan yang berlaku."
Sementara itu, CEO Sygma Research and Consoulting Ken Bimo Sultoni menyatakan kesimpulan dari narasi Mas AU bahwa kampus jangan tidur adalah bahasa agar sudah saatnya mahasiswa memiliki sensitifitas demokrasi.
Lebih jauh Ken Bimo menyatakan sensitivitas mahasiswa juga mesti muncul pada dinamika pilkada mendatang.
"Demokrasi harus bersih dari intervensi kekuasaan. Mahasiswa akan terus mlakukan fungsi kontrol terhadap jalannya demokrasi," tegas Ken Bimo. (*)
Editor : M Fakhrurrozi