KOTA MALANG - Kesiapan Kota Malang sebagai tuan rumah Pekan Olahraga Provinsi (Porprov) Jawa Timur 2025 dipertanyakan setelah cabang olahraga (cabor) voli pantai terancam tidak bisa digelar akibat kegagalan penyediaan venue yang tidak memenuhi standar. Anggota DPRD Kota Malang dari Fraksi Gerindra, Ginanjar Yoni Wardoyo, menilai Dinas Pemuda, Olahraga, dan Pariwisata (Disporapar) harus bertanggung jawab atas masalah ini.
Kondisi lapangan voli pantai yang direncanakan menjadi venue Porprov 2025 dinilai tidak memenuhi standar teknis Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI). Kondisi pasir yang tidak sesuai spek atau aturan yakni menggunakan pasir laut, namun menggunakan pasir sungai dari Pasuruan, dan fasilitas pendukung tidak lengkap.
Akibatnya, Malang Raya kehilangan satu venue cabor dalam ajang multievent yang digadang-gadang menjadi momentum peningkatan ekonomi dan pariwisata lokal.
Baca Juga : PERTINA Kota Madiun Siapkan Atlet untuk PORPROV 2025 dan Piala PANGDIVIF 2 KOSTRAD
Padahal, anggaran yang digelontorkan untuk penyiapan venue ini disebut mencapai Rp1 miliar. Ginanjar Yoni Wardoyo menegaskan, kegagalan ini harus diusut tuntas.
"Ini kontraproduktif dengan target tiga sukses Porprov: sukses prestasi, tuan rumah, dan ekonomi. Disporapar wajib bertanggung jawab karena dana yang dikeluarkan tidak sedikit". tegas Ginanjar saat ditemui di ruang fraksi gerindra Sabtu (8/02/2025).
Jika dikaitkan masalah ini dengan potensi pelanggaran Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2007 tentang Larangan Eksploitasi Pasir Pantai. Menurutnya, Disporapar seharusnya tidak mengusulkan venue tersebut sejak awal jika terbentur regulasi lingkungan.
Baca Juga : Gagal Venue Voli Pantai Porprov 2025: Anggota DPRD Malang Soroti Kinerja Disporapar
Ginanjar menegaskan, UU No. 7/2007 jelas melarang eksploitasi pasir pantai. Jika venue voli pantai membutuhkan pasir sebagai material utama, seharusnya Disporapar tidak mengajukan usulan venue tersebut.
Baca Juga : Incar 5 Medali Porprov, Tim MTB Kota Kediri Berlatih Intensif
"Kalau patokannya UU ini, Disporapar seharusnya paham dari awal. Jangan sampai menganggarkan Rp1 miliar lebih untuk proyek yang melanggar hukum. Ini namanya pemborosan APBD dan gagal paham regulasi,"kritik Ginanjar.
Ia mempertanyakan mengapa Disporapar baru menyadari masalah ini di tengah proses, padahal persiapan Porprov sudah direncanakan bertahun-tahun. "Ini namanya pelimpan (salah perhitungan). Kenapa tidak riset regulasi sejak awal? Apakah ada unsur kesengajaan atau sekadar ketidaktahuan?, tambahnya.
Baca Juga : Bupati Gresik Lepas Kontingen Porprov VIII Jatim
Ginanjar membandingkan kasus ini dengan penyelenggaraan PORPROV 2023 di Sidoarjo, di mana venue voli pantai di Gor Delta berhasil dibangun dengan pasir dari Tuban setebal 1 meter. Proyek itu disebut menggunakan Peraturan Menteri (Permen) Nomor 33 Tahun 2023 sebagai dasar hukum pengadaan pasir.
"Di Sidoarjo, pasir pantai Tuban bisa digunakan karena ada payung hukum Permen 33/2023. Pertanyaannya, kenapa Malang tidak mencontoh ini? Atau justru regulasinya tidak dipahami Disporapar?" ujarnya.
"Perbedaan pendekatan ini mengindikasikan lemahnya koordinasi Disporapar dengan KONI dan Kementerian terkait dalam menginterpretasikan regulasi. Padahal, Permen 33/2023 mengatur tata cara penggunaan material alam untuk event olahraga, termasuk pengecualian izin lingkungan dalam kondisi tertentu". Pungkasnya. (am)
Editor : JTV Malang