SURABAYA - Di tengah pesatnya perkembangan teknologi digital, radio komunikasi tetap bertahan sebagai salah satu sarana berkomunikasi yang andal di situasi darurat dan medan sulit.
Pada 14 November 2024, tim Portal JTV berkesempatan menggali pengalaman salah satu sosok yang masih setia dengan dunia radio komunikasi yakni Eko Khrismasrianto, anggota Radio Antar Penduduk Indonesia (RAPI) Jawa Timur, yang memiliki kode panggilan JZ13OBG.
Berlokasi di Jalan Jojoran V Timur Blok B, Mojo, Gubeng, Surabaya, ia berbagi kisah dan pandangannya mengenai dunia radio komunikasi yang sudah menjadi bagian hidupnya sejak tahun 1981.
Kecintaan Eko pada dunia radio komunikasi berawal sejak ia masih duduk di bangku SMP. Kala itu, ia terpesona melihat seorang teman yang menggunakan radio HT (Handy Talky) ICOM, sebuah perangkat komunikasi nirkabel yang pada masa itu belum banyak digunakan. Dengan HT, temannya bisa berkomunikasi dengan orang tuanya tanpa biaya, bahkan dari jarak jauh.
“Saat itu telepon belum banyak dan saya benar-benar kagum karena bisa bicara dengan keluarga tanpa ada biaya tambahan,” ungkapnya.
Penasaran, Eko mulai bermimpi memiliki radio HT sendiri. Dua tahun berselang, ia akhirnya mampu membeli perangkat tersebut dan mulai belajar menggunakan radio. Ia berkenalan dengan anggota RAPI dan belajar pentingnya kode panggilan atau “call sign” yang menjadi identitas unik setiap pengguna radio di setiap daerah.
Kode panggilan miliknya, JZ13OBG, merupakan identitas yang ia gunakan untuk berkomunikasi dengan sesama anggota RAPI di Jawa Timur, di mana kode “JZ” menunjukkan keanggotaan RAPI secara nasional atau kode panggilan yang diberikan oleh pemerintah untuk RAPI. Angka “13” sebagai kode wilayah Jawa Timur, dan “OBG” adalah kombinasi huruf unik yang membedakannya dari anggota lain.
Radio Antar Penduduk Indonesia (RAPI) didirikan sebagai wadah bagi masyarakat yang memiliki minat dan kebutuhan menggunakan radio komunikasi. Diresmikan pemerintah pada 10 November 1980, organisasi ini awalnya dibentuk oleh para pengguna radio CB (Citizen Band) pada frekuensi 27MHz.
Seiring waktu, RAPI berkembang menjadi organisasi yang diakui secara resmi dan berfokus pada kegiatan sosial serta bantuan kemanusiaan. RAPI, sebagai organisasi komunikasi radio, memainkan peran penting dalam membantu masyarakat, terutama dalam kondisi bencana atau situasi darurat lainnya.
Pada tahun 2010, Eko Khrismasrianto bergabung dengan RAPI dan merasakan manfaat besar dari keanggotaan ini. “Di sini saya bisa bertemu banyak orang dari berbagai latar belakang. Kami tidak hanya berbagi minat yang sama, tetapi juga berkesempatan untuk membantu masyarakat,” ujarnya.
Ia kerap terlibat dalam berbagai kegiatan sosial, termasuk memberikan bantuan komunikasi saat terjadi bencana alam. Dalam situasi di mana sinyal ponsel tidak tersedia, radio komunikasi terbukti sangat andal.
Baginya, bergabung di RAPI bukan hanya soal komunikasi, tetapi juga soal gotong royong dan kebersamaan. Radio komunikasi telah menjadi media yang menjembatani berbagai kalangan masyarakat, dari para relawan hingga aparat keamanan. Ia menjelaskan bahwa di setiap kegiatan bencana, anggota RAPI memiliki peran penting dalam menyediakan jalur komunikasi alternatif.
Dalam kesempatan ini, Eko Khrismasrianto bercerita tentang pengalamannya kepada tim Portal JTV saat membantu komunikasi di tengah bencana. Menurutnya, ketika alat komunikasi lain terputus, anggota RAPI dengan perangkat radio mereka masih dapat memberikan laporan kondisi terkini kepada pihak terkait, seperti polisi, SAR, dan BNPB.
“Satu hal yang tidak boleh dilupakan, radio komunikasi bisa sangat membantu saat semua perangkat lain tidak berfungsi,” tegasnya.
Meski teknologi komunikasi terus berkembang dengan hadirnya ponsel pintar dan internet, Eko tetap optimis bahwa radio komunikasi akan tetap relevan. “HP memang praktis, tapi punya keterbatasan. Jika sinyal ponsel hilang, radio komunikasi masih bisa diandalkan,” jelasnya.
Menurutnya, radio komunikasi memiliki kelebihan yang tidak dimiliki perangkat lain, terutama di wilayah terpencil atau situasi darurat seperti pendakian gunung atau saat terjadi bencana.
Baginya, hobi radio komunikasi telah memberinya pengalaman tak ternilai dalam hal membantu masyarakat, khususnya dalam situasi darurat. Sebagai salah satu anggota radio komunikasi di RAPI Jawa Timur, ia merasa bangga bisa mempertahankan tradisi ini di tengah era digital. Eko Khrismasrianto menyatakan,
“Selama masih ada orang yang peduli dengan sesama dan memiliki keinginan membantu, radio komunikasi akan selalu memiliki tempat,” ungkapnya.
Eko Khrismasrianto berharap agar radio komunikasi tetap bisa beriringan dengan era digital. Ia berharap radio komunikasi dapat menarik lebih banyak anak muda untuk bergabung dan melestarikan tradisi komunikasi ini.
“Harapan saya, radio komunikasi tetap dilirik generasi muda karena ini bukan sekadar alat komunikasi, tapi juga cara untuk membantu orang lain di saat mereka membutuhkan,” tutupnya.
Editor : A.M Azany