SURABAYA - Kasus demi kasus yang merugikan masyarakat terus terjadi di negeri ini. Dari kelangkaan elpiji, pupuk sulit dibeli, kenaikan harga tak terkendali, BBM beda isi, dan yang terkini: isi minyak goreng subsidi dikurangi.
Semuanya seolah-olah memaksa rakyat kecil menerima kenyataan pahit bahwa hak mereka untuk mendapatkan kebutuhan pokok dengan harga terjangkau terus dirampas oleh segelintir pihak tak punya hati, yang hanya memikirkan keuntungan sendiri.
Pemerintah sering kali merespons dengan inspeksi mendadak (sidak) dan ancaman pencabutan izin usaha. Namun, apakah itu cukup? Faktanya, kasus-kasus serupa terus berulang. Sidak hanya menemukan masalah, yang sebenarnya, sudah lama dirasakan masyarakat. Tetapi tidak ada jaminan tindakan tegas diambil setelahnya.
Yang teranyar kasus Minyakita. Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman mendapati minyak goreng subsidi yang harusnya 1 liter ternyata hanya berisi 0,75 liter, dengan harga jual yang melebihi batas. Kasus ini bukan pertama kali terjadi. Namun masyarakat bisa bertaruh, ini bukan yang terakhir.
Sama halnya dengan kelangkaan elpiji subsidi dan pupuk yang terus menjadi momok bagi rakyat kecil. Setiap tahun, masalahnya berulang: distribusi yang tak tepat sasaran dan dugaan permainan mafia di baliknya. Jika sistem pengawasan dan penindakan tak diperbaiki, maka selamanya rakyat akan jadi korban.
Kasus-kasus diatas menunjukkan ada lubang besar dalam sistem distribusi dan pengawasan barang kebutuhan pokok. Mafia ekonomi tampaknya masih bebas beroperasi, sementara masyarakat dibiarkan dizalimi. Dikhianati. Diabaikan. Tercekik. Dihisap. Tanpa henti.
Jika pemerintah benar-benar serius melindungi rakyat, mencabut izin perusahaan nakal saja tidak cukup. Harus ada reformasi sistem distribusi dan pengawasan ketat dari hulu ke hilir. Pelaku yang terbukti melakukan kecurangan, yang jelas-jelas merugikan masyarkat, harus diganjar sanksi berat. Seberat-beratnya.
Di sisi lain, masyarakat juga tidak bisa terus-menerus menjadi korban pasif. Konsumen harus lebih kritis dalam menghadapi penipuan semacam ini. Laporkan jika menemukan penyimpangan, awasi kebijakan pemerintah, dan jangan mudah menerima keadaan seolah ini hanya "takdir" yang harus diterima.
Karena jika dibiarkan, kita akan terus menghadapi cerita klasik: harga naik, isi berkurang, mafia merajalela, dan rakyat akan selalu jadi korban. Pertanyaannya: sampai kapan rela dizalimi?* (Mas Memed)
Editor : A. Ramadhan