SURABAYA - Bareskrim Polri berhasil mengungkap praktik perdagangan ilegal bahan kimia berbahaya jenis sodium cyanide atau sianida di Surabaya dan Pasuruan, Jawa Timur. Dalam penggerebekan yang dilakukan, polisi menyita total 6.371 drum sianida impor asal China dan Korea dari dua gudang penyimpanan di Surabaya dan di Kabupaten Pasuruan.
Dalam kasus ini, polisi menetapkan Direktur PT Sumber Hidup Chemindo (SHC), Steven Sinugroho sebagai tersangka. Ia terbukti mengimpor dan menjual sianida secara ilegal kepada penambang emas di berbagai daerah. Setiap drum dijual seharga Rp6 juta, dengan omzet selama setahun mencapai Rp59 miliar.
“Awalnya sianida dimanfaatkan untuk kepentingan sendiri dalam kegiatan produksi perusahaan. Namun oleh tersangka diperdagangkan tanpa izin usaha untuk bahan kimia berbahaya,” kata Brigjen Pol Nunung Syaifuddin, Direktur Tindak Pidana Tertentu Bareskrim Polri, dalam konferensi pers pada Kamis (8/5/2025) di Surabaya.
Penyelidikan dimulai sejak 11 April 2025 setelah beredar informasi tentang praktik perdagangan ilegal oleh PT SHC. Saat itu, penyidik menemukan 10 kontainer berisi sianida di gudang Margomulyo Indah, Blok H No. 9A, Tandes Surabaya. Karena mengetahui akan ada penggeledahan, Steven memindahkan sebagian besar drum ke gudang lain Kelurahan Sumbersuko, Kecamatan Gempol, Pasuruan,
Modus yang digunakan Steven adalah mengimpor sianida dari China dengan memakai dokumen perusahaan tambang emas yang sudah tidak beroperasi. “Modus yang digunakan yakni melakukan impor bahan kimia berbahaya itu dari Cina menggunakan dokumen perusahaan pertambangan emas yang tidak berproduksi,” ujar Nunung.
Barang bukti yang disita antara lain 2.851 drum di Surabaya dan 3.520 drum di Pasuruan, dengan merek seperti Hebei Chengxin, Taekwang, dan Guangan Chengxin Chemical. Beberapa drum tidak dilengkapi stiker resmi atau hologram.
Saat ini, penyidik sedang mengembangkan kasus untuk mengidentifikasi para pembeli sianida ilegal tersebut. “Ini kita kembangkan sampai ke tingkat pembeli,” tambah Nunung.
Steven dijerat dengan Pasal 8 ayat (1) huruf a, e, dan f juncto Pasal 62 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dan Undang-Undang tentang Perdagangan. Ia terancam hukuman penjara maksimal lima tahun atau denda hingga Rp2 miliar.(*)
Editor : A. Ramadhan