PACITAN - Arahan dari Ketua Umum Partai Demokrat terkait dengan pengajuan peninjauan kembali (PK) dari KSP Moeldoko, DPC Partai Demokrat Pacitan berpendapat dan sepakat dengan AHY bahwa apa yang telah dilakukan Kepala Staf Presiden itu tidak sah.
“Syarat untuk KLB adalah adanya pertimbangan dari majelis tinggi partai yang diusulkan oleh dua pertiga dari DPD dan setengah dari DPC semua itu tidak terpenuhi, “kata Indrata Nur Bayuaji usai menyaksikan live streaming di kantor DPC Demokrat Pacitan Senin, (3/4/23).
“Saat ini pengajuan peninjauan kembali (PK) ada beberapa novum yang telah disiapkan oleh pihak Moeldoko. Menurut kuasa Hukum Partai Demokrat itu bukan bukti baru, akan tetapi sudah pernah diajukan waktu lalu artinya tidak novum,” imbuh Indrata Nur Bayuaji.
Maka dari itu DPC Partai Demokrat Pacitan telah membuat Surat Permohonan Perlindungan Hukum dan Keadilan kepada Ketua Mahkamah Agung, Menteri Polhukam, dan Bapak Presiden Republik Indonesia melalui Ketua Pengadilan Negeri Pacitan.
“Setelah ini kami akan bergerak menuju Pengadilan Negeri Kabupaten Pacitan untuk menyampaikan surat tadi,” tegasnya.
“Ini adalah gerakan serentak dari seluruh DPD dan DPC Partai Demokrat seluruh Indonesia. Kita menunggu mendapatkan tanggapan dan keadilan seperti yang kita harapkan,” katanya.
Kisruh antara Moeldoko dengan Partai Demokrat berawal saat mantan panglima TNI itu dinyatakan terpilih sebagai ketua umum partai Demokrat dalam kongres luar biasa (KLB) yang diadakan di Deli Serdang, Sumatera Utara pada awal 2021 lalu.
Saat itu partai Demokrat diterpa isu internal. Beberapa kader partai itu menggelar kongres luar biasa dan menetapkan Moeldoko sebagai ketua umum. KLB Demokrat dilakukan karena beberapa kader tersebut dipecat dan dituduh terlibat dalam kudeta.
Tujuan pengambil alihan itu pun disebut-sebut untuk kepentingan soal calon presiden 2024. Ketua umum partai demokrat Agus Harimurti Yudhoyono langsung mengumumkan adanya upaya kudeta partai yang dilakukan oleh Moeldoko. Kedua kubu pun mengajukan sengketa ini ke jalur hukum.
Reporter: Edwin Adji
Editor:Vita Ningrum