MAKKAH - Menjelang puncak ibadah haji 1446 H/2025 M di Arafah, Muzdalifah, dan Mina (Armuzna), keterbatasan tenaga kesehatan menjadi tantangan serius bagi kelancaran layanan medis bagi jemaah haji Indonesia. Dengan jumlah jemaah mencapai 221.000 orang, mayoritas lansia dan memiliki penyakit penyerta, beban kerja petugas kesehatan dinilai sangat berat dan tidak sebanding dengan kebutuhan di lapangan.
“Jumlah dokter kita hanya sekitar 100 orang. Sementara tenaga kesehatan secara keseluruhan ada 1.050 orang. Itu berarti satu dokter harus menangani hingga 800 sampai 1.000 jemaah,” ujar Prof. Taruna Ikrar, anggota Amirul Hajj sekaligus Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), saat ditemui di Klinik Kesehatan Haji Indonesia (KKHI) Makkah, Selasa (3/6).
Taruna menegaskan bahwa dalam kondisi semacam ini, layanan kesehatan tidak bisa lagi bersifat pasif. Strategi utama yang diterapkan adalah pendekatan aktif atau jemput bola untuk meminimalkan risiko kedaruratan medis yang terlambat ditangani. “Kami tidak hanya menunggu di klinik. Kami turun ke lapangan, mendampingi langsung jemaah, termasuk di tenda-tenda Armuzna,” ujarnya.
Langkah ini dinilai krusial karena banyak jemaah cenderung menahan diri dan enggan melapor meski kondisi tubuh mulai melemah. Di tengah suhu ekstrem yang bisa mencapai 50°C di Arafah, kehadiran dokter dan tenaga medis di titik-titik keramaian jemaah menjadi vital untuk deteksi dini gejala dehidrasi, heatstroke, hingga gangguan jantung.
Baca Juga : Tim Amirulhaj Siap Kawal Puncak Haji Armuzna, Fokus Evaluasi Layanan dan Pengamanan
Untuk memperkuat respons di lapangan, 14 unit ambulans disiagakan dengan sistem rotasi pengemudi. “Alhamdulillah, satu ambulans dua sopir. Jadi mereka bisa istirahat. Supaya sopirnya juga tidak berbahaya, tidak kelelahan,” tambah Taruna. Ambulans-ambulans ini tidak hanya berfungsi sebagai transportasi medis, tetapi juga sebagai unit tanggap darurat yang siap menjemput jemaah yang kolaps.
Selain itu, berbagai perlengkapan medis penting dibawa oleh tim, termasuk alat bantu jantung, tabung oksigen, dan peralatan terapi darurat lainnya. Klinik-klinik sektor juga telah disiagakan dengan fasilitas tanggap darurat untuk memperluas jangkauan layanan dari KKHI sebagai pusat komando.
Koordinasi intensif lintas lembaga, antara Kementerian Kesehatan, Pusat Kesehatan Haji, dan Badan POM, terus dilakukan untuk menjamin kesinambungan layanan di masa paling genting ini. “Ini masa-masa yang sangat kritis. Kami dari tim kesehatan, bersama Ibu Dirjen dan Kepala Pusat Kesehatan Haji, bekerja keras agar semua jemaah bisa mendapatkan akses medis yang cepat dan adil,” tutur Taruna.
Baca Juga : Puncak Ibadah Haji, Khofifah Ajak Jemaah Mendoakan Perdamaian Dunia
Ia menyebut lima hari menjelang dan sesudah wukuf sebagai periode paling berat bagi tim kesehatan. “Kami ditugaskan langsung oleh Pak Menteri Agama untuk memastikan layanan kesehatan berjalan maksimal di masa paling krusial ini. Mohon doanya agar semua berjalan lancar.”
Di tengah beban berat itu, Taruna menegaskan bahwa seluruh tim bekerja dengan semangat pengabdian. “Kami bekerja secara ikhlas dan maksimal. Ini kerja mulia untuk melayani tamu Allah. Semoga bisa menjadi amal jariyah bagi seluruh tim," pungkasnya. (Dhimas Ginanjar)
Editor : A. Ramadhan