Sejak 2019, Pemerintah telah mengeluarkan insentif pengurangan pajak “Super Tax Deduction Vokasi” di mana industri yang berpartisipasi melakukan kegiatan praktik kerja, pemagangan, atau pembelajaran dengan sekolah vokasi dapat membiayakan pengeluaran penyelenggaraan kegiatan vokasi hingga 200 persen.
Besarnya penghasilan yang dikenakan pajak wajib pajak dalam negeri ditentukan berdasarkan penghasilan bruto dikurangi biaya yang diperkenankan sesuai ketentuan perpajakan yang berlaku, dengan insentif Super Tax Deduction Vokasi total pengeluaran yang bisa menjadi pengurang penghasilan bruto Wajib Pajak adalah 200 persen dari biaya penyelenggaraan kegiatan vokasi sehingga mengurangi pajak yang harus dibayar.
Ketentuan mengenai insentif pengurangan pajak tersebut diatur melalui Peraturan Menteri Keuangan Nomor 128/PMK.010/2019 tentang Pemberian Pengurangan Penghasilan Bruto Atas Penyelenggaraan Kegiatan Praktik Kerja, Pemagangan, dan/atau Pembelajaran Dalam Rangka Pembinaan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Berbasis Kompetensi Tertentu (PMK-128). Melalui Super Tax Deduction Vokasi, Pemerintah berharap industri dapat turut berperan dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM) Indonesia dalam mewujudkan visi Indonesia Emas 2045.
Indonesia memiliki visi untuk menjadi negara berdaulat, maju, adil, dan makmur pada tahun 2045. Badan Perencanaan Pembangunan Nasional dalam Ringkasan Eksekutif Visi Indonesia 2045 memproyeksikan Indonesia akan menjadi peringkat ke-5 negara dengan Produk Domestik Bruto (PDB) terbesar di dunia dengan PDB per kapita sebesar US$ 23,199 pada 2045. Salah satu faktor kunci untuk mewujudkan hal tersebut adalah dengan memiliki SDM yang berkualitas dan berdaya saing.
Dalam upaya meningkatkan kualitas SDM Indonesia, Pemerintah menghadapi beberapa tantangan, salah satunya adalah adanya ketidakcocokan (mismatch) antara kompetensi SDM Indonesia dengan kebutuhan industri. Kebijakan Super Tax Deduction Vokasi diharapkan menjadi stimulus dengan memberikan insentif pengurangan pajak bagi pengusaha yang berperan aktif menyelenggarakan kegiatan praktik kerja/pemagangan, bagi siswa kejuruan/mahasiswa vokasi/guru/pendidik/pencari kerja di Indonesia.
Kebijakan Super Tax Deduction Vokasi diberikan kepada Wajib Pajak Badan Dalam Negeri yang melakukan kegiatan praktik kerja, pemagangan, dan/atau pembelajaran berbasis kompetensi tertentu berdasarkan perjanjian kerja sama dengan sekolah vokasi. Wajib Pajak disyaratkan memenuhi kewajiban perpajakan yang dibuktikan melalui Surat Keterangan Fiskal (SKF) dan tidak sedang berada dalam keadaan rugi fiskal.
Wajib Pajak dapat melakukan pengembangan pedidikan vokasi berbasis kompetensi dengan terlebih dahulu menyelenggarakan perjanjian kerja sama dengan sekolah menengah kejuruan atau madrasah aliyah kejuruan (meliputi total 127 jenis kompetensi untuk siswa, pendidik, dan tenaga kependidikan), perguruan tinggi program diploma pada program vokasi (meliputi 268 jenis kompetensi untuk mahasiswa, pendidik, dan tenaga kependidikan), atau balai latihan kerja yang berada di bawah naungan Instansi Pemerintah di bidang ketenagakerjaan (meliputi 58 jenis kompetensi untuk perorangan, peserta latih, instruktur, dan tenaga kepelatihan). Jenis kompetensi yang menjadi fokus dalam program Super Tax Deduction Vokasi mencakup beberapa sektor seperti manufaktur, Kesehatan, agribisnis, pariwisata dan industri kreatif, ekonomi digital,serta pekerja migran.
Pembiayaan Pengeluaran Hingga 200 persen
Sesuai PMK-128 Wajib Pajak dapat membebankan 100 persen biaya kegiatan vokasi meliputi: biaya penyediaan fasilitas fisik khusus untuk tempat pelatihan dan biaya penunjang fasilitas fisik khusus (listrik, air, bahan bakar, biaya pemeliharaan, dan biaya terkait lainnya), biaya instruktur atau pengajar sebagai tenaga pembimbing, biaya barang dan atau bahan untuk keperluan pelaksanaan kegiatan, biaya honorarium atau pembayaran sejenis, serta biaya sertifikasi kompetensi bagi siswa, mahasiswa, peserta latih, perorangan, pendidik/pelatih, tenaga kependidikan/kepelatihan, atau instruktur. Selain itu, Wajib Pajak juga mendapatkan tambahan pengurangan penghasilan bruto hingga 100persen dari jumlah yang dikeluarkan untuk menyelenggarakan kegiatan vokasi.
Sebagai contoh, PT D membuat perjanjian kerja sama dengan SMK A pada bulan September 2023 dan mulai melakukan kegiatan vokasi pada bulan Oktober – hingga Desember 2023. Penghasilan Bruto PT D tahun 2023 sebesar Rp 500 juta. Total biaya non-praktik kerja sebesar Rp 400 juta. Total biaya praktik kerja sebesar Rp 20 juta. maka total pengeluaran yang dapat dibiayakan oleh PT D pada tahun 2023 adalah sebesar Rp 440 juta, meliputi biaya non-praktik kerja (Rp 400 juta), ditambah biaya praktik kerja (Rp 20 Juta), dan tambahan pengurangan biaya praktik kerja (Rp 20 Juta). Dengan demikian, total penghasilan kena pajak PT D menjadi Rp 60 juta dan pajak penghasilan yang harus dibayar oleh PT D pada tahun pajak 2023 pun akan lebih kecil dari pada yang seharusnya.
Untuk memanfaatkan Super Tax Deduction Vokasi caranya cukup mudah. Wajib Pajak menyampaikan pemberitahuan melalui sistem Online Single Submission (OSS) dengan melampirkan perjanjian kerja sama pengembangan pendidikan vokasi dan Surat Keterangan Fiskal. Setelah memanfaatkan insentif, Wajib Pajak harus menyampaikan laporan biaya kegiatan praktik kerja, pemagangan, dan/atau pembelajaran vokasi yang telah diselenggarakan setiap tahunnya paling lambat bersamaan dengan penyampaian SPT Tahunan PPh.
Super Tax Deduction Vokasi memberikan insentif pengurangan pajak dalam jumlah yang besar. Tata cara pemanfaatan insentif ini pun cukup mudah. Pandemi 2020 sampai awal 2023 menjadi salah satu faktor penyebab jumlah industri yang memanfaatkan insentif Super Tax Deduction Vokasi ini belum optimal.. Oleh karena itu, saat ini sosialisasi mengenai Super Tax Deduction Vokasi perlu ditingkatkan supaya lebih banyak industri yang memanfaatkan insentif ini sekaligus turut berperan dalam pengembangan pendidikan vokasi untuk meningkatkan kualitas SDM Indonesia. (*)
*) Gisella Ayu Pradipta, Pegawai Direktorat Jenderal Pajak
*) Tulisan ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi tempat penulis bekerja.