Globalisasi memang sudah menjadi fenomena yang tidak bisa dihindari, meskipun masih ada peluang untuk mempertahankan nilai-nilai lokal melalui glokalisasi namun tetap harus ada pertahanan kuat supaya budaya lokal tidak habis terkikis dengan masifnya budaya global. Era globalisasi yang semakin terintegrasi membuat pentingnya penguatan budaya lokal menjadi tantangan sekaligus peluang yang signifikan. Globalisasi membuka pintu untuk pertukaran budaya dan ide, namun juga membawa resiko homogenisasi budaya, di mana nilai-nilai budaya lokal dapat terkikis oleh arus budaya dominan global.
Mengenalkan budaya lokal kepada anak usia dini merupakan langkah penting untuk membangun identitas, rasa kebanggaan, serta pemahaman yang luas terhadap keragaman dunia.
Fenomena yang terjadi saat ini dimana anak usia dini lebih mengenal budaya asing daripada budaya lokal semakin sering terjadi dalam masyarakat modern. Sebagai contoh, anak lebih hafal dengan lagu korea dibandingkan lagu daerah bahkan makanan khas daerah juga sudah mulai tergeser dengan makanan produk luar, seperti ramen, toppoki ataupun takoyaki bahkan juga pizza. Tidak hanya itu saja, berapa banyak mereka yang tahu tentang kesenian daerah seperti ludruk, wayang golek atau wayang orang. Ada beberapa faktor yang menjadi penyebab dan dampak dari fenomena tersebut, yaitu:
1. Pengaruh media dan teknologi. Anak-anak sering terpapar pada konten dari media sosial, televisi, dan platform streaming yang didominasi oleh budaya asing. Kartun, film dan acara TV dari luar negeri lebih mudah diakses dan sering kali lebih menarik perhatian mereka. Selain itu, banyak game dan aplikasi yang populer di kalangan anak-anak dibuat oleh perusahaan asing, sehingga budaya yang disampaikan lebih berfokus pada budaya global daripada lokal.
2. Globalisasi. Produk global seperti mainan, pakaian, makanan dan hiburan yang berasal dari luar negeri sering kali lebih menarik dan diiklankan secara masif. Ini menyebabkan anak-anak lebih mengenal karakter dan produk asing daripada lokal. Ditambah dengan Bahasa Inggris yang menjadi bahasa kedua, membuat anak-anak lebih banyak belajar dan berkomunikasi menggunakan bahasa ini, sehingga mereka lebih terpapar pada budaya dari negara-negara berbahasa Inggris.
3. Perubahan Gaya Hidup. Berpindahnya masyarakat ke kota besar sering kali menyebabkan hilangnya tradisi dan kebiasaan lokal. Di lingkungan perkotaan, anak-anak lebih terpapar pada budaya asing yang beragam dan sering kali lebih dominan budaya asing. Gaya hidup modern yang sibuk juga membuat orang tua kurang memiliki waktu untuk mengenalkan budaya lokal kepada anak-anak mereka.
Dari fenomena di atas, tentu ada dampak yang terjadi pada budaya lokal, yaitu: anak-anak mungkin merasa lebih terhubung dengan budaya asing daripada budaya mereka sendiri, yang dapat mengakibatkan krisis identitas dan hilangnya rasa kebanggaan terhadap warisan budaya lokal. Anak-anak yang kurang mengenal budaya lokal mungkin kurang menghargai dan memahami keragaman budaya di sekitarnya, sehingga hal tersebut bisa menyebabkan kurangnya toleransi dan apresiasi terhadap perbedaan. Ketika generasi muda lebih memilih budaya asing, tradisi, bahasa, maka budaya lokal berisiko punah karena kurangnya penerus yang melestarikannya.
Apa yang bisa dilakukan oleh pendidik? Sebagai pendidik, dapat membuat kurikulum terpadu, yaitu mengintegrasikan lebih banyak konten tentang budaya lokal dalam kurikulum sekolah. Ini mencakup mata pelajaran seperti sejarah lokal, seni dan bahasa daerah. Sehingga anak-anak mengenal wayang orang, wayang golek, maupun ludruk. Selain itu, guru dapat mengembangkan bahan ajar yang menarik dan interaktif tentang budaya lokal seperti buku cerita bergambar, video animasi maupun aplikasi edukasi.
Apa yang bisa dilakukan oleh orangtua? Melibatkan anak-anak dalam aktivitas yang berhubungan dengan budaya lokal seperti menghadiri festival, membuat kerajinan tangan atau dapat memasak makanan tradisional. Orangtua juga bisa membacakan cerita dan dongeng lokal kepada anak-anak untuk mengenalkan nilai-nilai budaya dan sejarah mereka.
Masuknya arus globalisasi acapkali kadang hanya dipahami dan diambil setengah-setengah tanpa mengambil secara mendalam keilmuan yang didapatkan. Dengan demikian, maka kita harus berusaha untuk memelihara dan menanamkan nilai-nilai budaya lokal untuk menghadapi arus globalisasi. Oleh sebab itu penguatan budaya lokal adalah upaya strategis untuk menjaga keaslian, kekayaan, dan keberlanjutan warisan budaya sambil menjadikannya relevan dan dihargai di panggung dunia. Dengan upaya bersama dari semua pihak, maka kita dapat memastikan bahwa anak-anak tidak hanya mengenal budaya asing, tetapi juga menghargai dan menjaga warisan budaya lokal mereka sambil tetap terbuka terhadap pengaruh positif dari budaya asing. (*)
*) Isabella Hasiana, Mahasiswa Program Doktor Jurusan Pendidikan Dasar Universitas Negeri Surabaya dan Dosen PG-PAUD Universitas PGRI Adi Buana Surabaya
Editor : Iwan Iwe