Ageisme, atau diskriminasi usia, merujuk pada pandangan negatif dan stereotipe yang ditujukan kepada individu berdasarkan usia mereka.
Istilah tersebut pertama kali diperkenalkan oleh Robert N. Butler pada tahun 1969 untuk menggambarkan diskriminasi yang dialami oleh orang dewasa yang lebih tua.
Ageisme sering kali muncul dalam berbagai bentuk, seperti stereotipe negatif, perlakuan diskriminatif di lingkungan kerja, serta pengabaian terhadap pengalaman dan kemampuan seseorang yang dinilai berdasarkan usia mereka.
Lantas apa yang menjadi penyebab terjadinya ageisme dan mengapa fenomena ini masih berlangsung pada zaman yang modern ini?
Bentuk-bentuk ageisme
Ageisme dapat terjadi dalam berbagai konteks, seperti.
1. Ageisme di tempat kerja
Orang dewasa yang lebih tua sering dipandang sebelah mata dalam hal kemampuan beradaptasi dengan teknologi terbaru dan dianggap kurang produktif.
Pandangan ini dapat menghambat mereka dalam meraih promosi atau bahkan mendapatkan pekerjaan baru.
Di sisi lain, orang dewasa yang lebih muda sering kali dinilai kurang berpengalaman, sehingga dianggap tidak memenuhi syarat untuk posisi tertentu.
2. Stereotipe negatif
Stereotipe yang melekat pada orang tua menciptakan pandangan bahwa mereka tidak memiliki kemampuan untuk mempelajari hal-hal baru atau memberikan kontribusi yang berarti.
Hal ini juga berlaku bagi generasi muda yang sering dinilai sebagai individu terlalu impulsif atau kurang bertanggung jawab.
3. Stereotipe sosial
Ageisme juga muncul dalam aspek sosial. Masyarakat cenderung menilai individu berdasarkan usia mereka.
Ini bisa muncul seperti pandangan bahwa orang tua lebih "kuno" atau "ketinggalan zaman". Sementara, kaum muda kerap dianggap kurang pengalaman.
Mengapa ageisme masih terjadi?
Meskipun kita berada pada zaman modern dengan kemajuan teknologi dan kesadaran sosial yang tinggi, ageisme masih tetap ada karena berbagai faktor, yaitu:
1. Kekhawatiran ekonomi
Dalam berbagai situasi, perusahaan lebih memilih karyawan yang lebih muda untuk direkrut dan dipekerjakan.
Hal ini dengan asumsi bahwa mereka memiliki kemampuan yang lebih baik dalam beradaptasi dengan perubahan.
Kondisi ini kemudian menciptakan lingkungan yang membuat pekerja lebih tua menjadi merasa terpinggirkan.
2. Kurangnya kesadaran dan pendidikan
Banyak orang tidak menyadari bahwa pandangan mereka terhadap usia dapat mengandung unsur diskriminasi.
Pentingnya pendidikan mengenai dampak dari ageisme masih sangat diperlukan untuk mengubah perspektif ini.
Dampak ageisme sangat beragam dan dapat memengaruhi kesehatan mental serta fisik seseorang.
Penelitian menunjukkan bahwa diskriminasi usia dapat mengakibatkan isolasi sosial, depresi, dan penurunan kualitas hidup secara keseluruhan.
Selain itu, ageisme juga memiliki dampak pada ekonomi,, baik bagi individu maupun masyarakat secara keseluruhan.
Dengan memahami dan melawan ageisme, kita dapat membangun masyarakat yang lebih adil di berbagai aspek.
Setiap individu berhak dihargai berdasarkan kemampuan dan kontribusinya, bukan hanya berdasarkan usia.
Editor : Khasan Rochmad