SURABAYA - Khofifah Indar Parawansa resmi maju lagi dalam pencalonan untuk Pemilihan Gubernur (Pilgub) Jawa Timur 2024.
Pada Pilgub Jatim 2024, Khofifah kembali maju dengan Emil Elestianto Dardak sebagai pasangannya, yang sebelumnya menjadi wakil gubernur Jawa Timur periode 2019–2024.
Melihat dari rekam jejaknya selama menjabat, Khofifah menekankan penguatan ekonomi lokal dari desa dan pendidikan.
Berdasarkan penilaian kerja DPRD Jatim, Khofifah-Emil menunjukkan hal yang cukup baik, seperti banyaknya program pro-rakyat yang berhasil direalisasikan.
Baca Juga : Jawa Timur Berpotensi Hujan Sepekan ke Depan, BMKG Imbau Masyarakat Waspada Perubahan Cuaca
Selain itu, pengembangan sumber daya manusia (SDM) melalui anggaran APBD untuk pendidikan sebesar 35 persen yang dinilai signifikan ketimbang provinsi lain.
Meski begitu, salah satu program pendidikan yang dicanangkan, Tis-Tas atau Program Pendidikan Gratis dan Berkualitas, mendapatkan sorotan dengan kebutuhan anggaran tambahan yang masih perlu dievaluasi dalam APBD mendatang.
Kemudian, Khofifah dinilai mampu mengonsolidasikan pemerintah daerah dan pemerintah pusat dengan baik.
Baca Juga : Mayoritas Jawa Timur Cerah Berawan, Beberapa Wilayah Dilanda Hujan Lokal Sore Hari
Meski begitu, terdapat beberapa Organisasi Perangkat Daerah (OPD) yang dinilai belum transparan dalam anggaran dan belum maksimal kinerjanya.
Pada bidang ekonomi, perempuan yang memiliki julukan Ibunda perangkat desa Jawa Timur ini membawa Jatim melakukan inovasi perdagangan.
Khofifah membuat roadshow dagang untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan sinergi dengan pemerintah pusat.
Baca Juga : BMKG: Mayoritas Jawa Timur Diguyur Hujan dengan Intensitas Beragam di Sepanjang Hari
Menanggapi hal ini, pakar politik Universitas Negeri Surabaya (UNESA), Moch. Mubarok Muharam, mengatakan petahana yang mencalonkan kembali boleh saja, asalkan tidak menggunakan jaringan dan fasilitas birokrasi sebagai alat kampanye.
"Kemungkinan mengapitalisasi jabatan seperti jaringan politik dan birokrasi demi kepentingan politik memang sering terjadi, tapi sebenarnya hal itu tidak boleh dilakukan," kata mantan aktivis mahasiswa era 1998 itu.
Dosen kelahiran Jakarta ini melanjutkan, apa yang menjadi tugas mereka adalah menjalankan roda pemerintahan demi kepentingan rakyat, bukan politik.
Ketika kepentingan politik dilakukan, maka apa yang dilakukan nanti akan berakhir tidak netral.
"Apa yang dilakukan nanti tidak imparsial, tapi parsial. Akibatnya pelayanan yang diberikan orientasi kebijakannya itu hanya menguntungkan kelompok yang mendukung, tidak merata, itu yang dikhawatirkan," tukasnya kepada Portal JTV.
Baca Juga : BMKG Imbau Masyarakat Waspada Potensi Cuaca Ekstrem di Jawa Timur hingga 27 Mei
Editor : Khasan Rochmad