SURABAYA - Kementerian Kependudukan dan Pembangunan Keluarga (Kemendukbangga)/BKKBN resmi meluncurkan Gerakan Ayah Mengantar Anak di Hari Pertama Sekolah yang mulai diberlakukan pada 14 Juli 2025. Gerakan ini diatur dalam Surat Edaran Mendukbangga/Kepala BKKBN Nomor 7 Tahun 2025, dan menjadi bagian dari Gerakan Ayah Teladan Indonesia (GATI).
Sekretaris Menteri Kemendukbangga/BKKBN, Budi Setiyono, menyebut keterlibatan ayah dalam pendidikan anak sangat penting, terutama untuk menumbuhkan rasa aman dan semangat anak ketika memulai tahun ajaran baru.
“SE ini dimaksudkan untuk mengingatkan kepada para ayah agar menjadi kepala keluarga yang bertanggung jawab terhadap tumbuh kembang anak masing-masing,” ujar Budi saat ditemui di Surabaya, Selasa (15/7).
Menurut Budi, gerakan ini tidak hanya ditujukan bagi aparatur sipil negara (ASN), tapi juga bagi pekerja swasta. Dengan kehadiran langsung ke sekolah, para ayah bisa memahami situasi belajar anak dan memperkuat hubungan emosional dengan mereka.
"Kalau orang tua ikut serta hadir di sekolah, mereka bisa tahu bagaimana anaknya diberi pelajaran di sekolah, kesulitannya, pergaulan anak dengan anak yang lain, dan juga dengan guru-guru mereka," ungkapnya.
Data dari UNICEF (2021), I-NAMHS (2022), BPS (2021), dan KPAI (2017) mencatat bahwa sekitar 20,9 persen anak Indonesia tumbuh tanpa kehadiran ayah, baik karena perceraian, kematian, maupun pekerjaan yang jauh dari rumah. Sementara itu, hanya 37,17 persen anak usia 0-5 tahun yang diasuh langsung oleh kedua orang tua secara bersamaan.
Melalui kebijakan ini, Kemendukbangga/BKKBN berharap bisa memperbaiki pola pengasuhan di Indonesia. Gerakan ini menyasar anak dari jenjang PAUD hingga SMA atau sederajat.
Selain Gerakan Ayah Mengantar Anak, program GATI juga mencakup tiga inisiatif lainnya, yaitu Sekolah Bersama Ayah (SEBAYA), layanan konseling pranikah dan parenting (Siap Nikah dan Satyagatra), konsorsium komunitas ayah (Kompak Tekan), serta pembentukan Desa/Kelurahan Ayah Teladan (Debat) di Kampung Keluarga Berkualitas.
“Diharapkan gerakan ini mampu mengubah paradigma pengasuhan di Indonesia, dengan menjadikan peran ayah tidak hanya simbolik, tetapi aktif dalam kehidupan anak sejak dini,” pungkas Budi. (*)
Editor : A. Ramadhan