SURABAYA - Portal JTV menggelar kelas fotografi bertajuk "Foto Esai" sebagai bagian dari Program Magang JTV Digital. Kelas fotografi ini menghadirkan salah satu fotografer legendaris Jawa Pos, Sugeng Deas, Rabu, 18 September 2024.
Acara yang merupakan bagian dari program JTV Sinau Bareng ini diikuti peserta magang JTV Digital dari berbagai divisi seperti content writer, jurnalis, dan fotografer. Kegiatan berlangsung secara hybrid di Ruang VIP JTV dan melalui aplikasi Zoom.
Sugeng membahas topik menarik seputar Foto Esai dan menekankan pentingnya pengkreasian narasi di balik setiap foto. “Sebagus apapun foto yang dihasilkan, kalau tidak ada yang mampu mengkreasikan cerita di baliknya, foto itu tidak akan memiliki arti apa-apa,” katanya.
Pernyataan ini menekankan pentingnya kemampuan narasi dalam menciptakan sebuah foto esai yang kuat. Baginya, sebuah foto tak hanya soal keindahan visual, tetapi juga tentang cerita yang bisa disampaikan kepada audiens.
Menurut Sugeng, fotografi, terutama dalam dunia olahraga, bukan hanya soal teknik memotret yang baik, tapi juga melibatkan perhitungan matematis. Fotografer perlu memperhitungkan berbagai faktor seperti pencahayaan, warna kulit, tinggi pemain, kebiasaan pemain, hingga karakteristik lapangan tempat kejadian berlangsung.
Semua elemen ini harus dipertimbangkan untuk menghasilkan gambar yang mampu menceritakan kisah secara detail dan utuh. Sugeng memberikan tips mengenai pentingnya mempertimbangkan momen dalam event besar, seperti multi-event, di mana ketepatan waktu dan sudut pandang sangat krusial dalam menangkap esensi setiap adegan.
“Pemotretan itu diibaratkan sebagai seorang pegulat. Apabila tertindih, apa yang harus dilakukan agar selamat. Artinya, ketika kita melihat suatu momen, kita harus effort," lanjut fotografer yang sudah berkarier di Jawa Pos sejak 1996 tersebut.
"Secara global, sebuah foto yang bagus adalah yang enak dilihat, tetapi itu tidak gampang kan. Proses dari kita tertindih sampai selamat itu bukan hanya sekedar membalikkan posisi, tapi harus ada effort, harus menguasai teknik, dan sebagainya," imbuhnya.
Menurut Sugeng, untuk mengenali momen, memang harus banyak belajar. Seorang fotografer harus mampu menganalisis psikologi massa, memahami emosi yang mereka rasakan, serta membaca kecenderungan-kecenderungan yang muncul di lapangan.
Hanya dengan begitu, kaata Sugeng, keputusan yang diambil akan terasa seolah-olah kondisi di lapangan berpihak pada fotografer, memudahkan mereka untuk menangkap momen yang tepat dengan hasil yang memuaskan.
"Bukan saya menginginkan teman-teman ini untuk menjadi seperti saya, namun paling tidak dari teknik, faktor kejelian dan penggunaan alat itu tepat, sehingga mampu menunjukkan style-nya masing-masing," terangnya.
Sugeng juga menekankan betapa beruntungnya para peserta mendapatkan kesempatan belajar langsung dari sosok berpengalaman dan berharap agar para peserta magang kelak dapat menjadi fotografer andal dan mumpuni di masa depan.
Editor : A.M Azany