Mungkin orang-orang akan mentertawakan idealisme saya, mungkin orang-orang akan menghina saya, dan mungkin orang-orang akan mengecap saya sebagai orang yang idealis.
Saya tidak mau tahu dan saya tidak peduli, idealisme saya sudah membantu saya untuk keluar dari habit jelek yang dilakukan oleh kebanyakan orang di Indonesia, yaitu membeli produk-produk bajakan.
Buku bajakan adalah salah satunya. Ketika kita membeli produk bajakan, secara tidak langsung kita akan membawa dampak yang buruk. Buku bajakan juga adalah simbol dari abainya pemerintah.
Mereka tidak ingin rakyat menjadi pintar, mereka tidak ingin rakyat menjadi bertanya-tanya, mereka tidak ingin rakyat memiliki pemikiran yang kritis.
Baca Juga : Merajut Peradaban kata : Mengenang Kekuatan Buku di Tengah Gemuruh Media Massa
Mempermudah akses untuk mendapatkan buku yang resmi adalah salah satu cara untuk meningkatkan literasi masyarakat.
Meskipun kita tahu, tingkat literasi masyarakat Indonesia termasuk yang terendah, tetapi dengan usaha tersebut, diharapkan masyarakat bisa semakin melek dengan pengetahuan dan meningkatkan tingkat literasi mereka.
Berikut ini adalah dampak yang ditimbulkan jika kita membeli buku bajakan:
Baca Juga : Literasi Kunci Masa Depan
1. Merugikan penulis dan penerbit
Membeli buku bajakan berarti secara tidak langsung “mencuri” hak dari penulis buku dan penerbit buku. Para penjiplak atau para pengedar buku bajakan ini hanya sekadar “meniru” dan menyebarluaskan buku bajakannya kepada khalayak.
Tentunya, ini sangat berbahaya terhadap masa depan industri buku itu sendiri. Marilah kita mengurangi kebiasaan buruk untuk membeli buku dari sumber yang tidak resmi dan beralih kepada buku-buku yang bisa dibeli secara resmi.
Baca Juga : Meriahnya Puncak Acara Gebyar Literasi Disperpusip Jatim, Gaet Masyarakat Peduli Literasi
2. Membentuk kebiasaan tidak menghargai orang lain
Saya pernah berdiskusi dengan seorang tentang buku bajakan, menurutnya membeli buku bajakan itu lebih membawa manfaat.
Alasannya membeli buku bajakan adalah karena sedang tidak memiliki uang yang cukup untuk membeli buku asli. Selain itu, sejumlah faktor juga mendasari keputusannya.
Baca Juga : Gerakan LITERATOUR, Menikmati Asyiknya Jalan-jalan ke Ruang Baca Naik Transportasi Umum
Dengan buku bajakan tersebut, dia bisa meraih kelulusan lebih cepat, dapat memperoleh buku dengan harga murah, membantu pedagang kecil yang berjualan buku, dan tidak berbahaya juga sebab polisi tidak pernah menyidak atau menangkap pembaca buku bajakan.
Mendengar pendapat ini saya menjadi geram sejadi-jadinya. Bagaimana tidak, dia berlindung di balik “kemiskinan” untuk membenarkan tindakan yang jahat dan ilegal.
Tidak hanya satu atau dua orang yang memiliki pemikirian seperti ini, nyatanya masih banyak masyarakat kita yang juga berpikir demikian.
Baca Juga : Fokus Tingkatkan Literasi Masyarakat, Dispusip Surabaya Tambah Koleksi Buku
Sangat miris memang melihat realitas, tetapi itulah yang saat ini sedang terjadi. Kebiasaan yang baik dimulai dari kita sendiri, jika bukan kita siapa lagi yang akan memulai kebiasaan baik.
3. Menurunkan kualitas produk buku
Tentunya, buku bajakan memiliki tampilan fisik yang berbeda dengan buku asli walaupun keduanya memiliki tampilan yang mirip-mirip. Buku bajakan dan buku asli memiliki perbedaan pada kualitas cetakannya.
Buku bajakan memiliki kualitas cetakan yang buruk dan terkadang pada salah satu bagian buku terdapat kata atau bahkan yang lebih parahnya kalimat yang tidak dapat terbaca.
Hal ini tidak seharusnya terjadi dan seharusnya buku bisa tercetak dengan sempurna apalagi dalam pencetakan tulisannya. Buku asli memiliki cetakan yang bagus, rapi, dan berkualitas.
Buku asli juga memiliki cetakan yang sempurna, meskipun ada beberapa bagian yang typo, setidaknya buku tersebut adalah buku asli yang dicetak oleh penerbit yang resmi.
Menurunnya kualitas produk buku oleh buku bajakan secara tidak langsung “menormalisasikan” buku bajakan itu sendiri karena akses untuk membeli buku bajakan jauh lebih murah dibandingkan dengan buku yang resmi.
Seharusnya, di sini pemerintah turut andil dalam pendistribusian buku resmi yang berkualitas sehingga semua kalangan masyarakat bisa menikmatinya.
Jika buku tidak disubsidi, industri penerbitan tidak didukung, dan para penulis tidak dihargai, maka sebagai akibat yang harus dirasakan adalah menjamurnya buku bajakan yang membentuk mindset masyarakat salah.
Masyarakat dalam sebuah negara memiliki minat baca yang tinggi disebabkan oleh lingkungan yang mendukung. Lingkungan di sini terbagi dalam dua elemen, yaitu dari kultur masyarakat dan peran pemerintah.
Kebiasaan membaca harus ditanamkan sejak dini agar membentuk minat baca yang tinggi. Peran pemerintah juga harusnya hadir membersamai masyarakatnya untuk mendukung minat baca.
Lantas bagaimana peran pemerintah untuk meningkatkan minat baca masyarakat? Salah satu caranya adalah mempermudah akses ke berbagai sumber resmi untuk membeli buku yang asli dan menghukum seberat-beratnya para pengedar buku bajakan yang memperbanyak produknya.
Dimulai dari satu mindset sederhana, yaitu “menghargai karya orang lain”. Mindset ini adalah pondasi atau dasar kita untuk membentuk iklim literasi yang berkualitas serta bebas dari buku bajakan.
Literasi yang berkualitas tentunya akan meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap berbagai aspek. Contohnya seperti ilmu agama, ekonomi, filsafat, hukum, politik, sastra, seni budaya, dan masih banyak lagi ilmu-ilmu lainnya.
Tentunya, banyaknya ilmu dari sumber bacaan mampu meningkatkan bagaimana taraf berpikir masyarakat ke depannya. Meningkatkan taraf berpikir masyarakat juga berarti membentuk kultur literasi yang baik.
Akan ada banyak orang yang lebih suka membaca buku dibandingkan dengan melihat layar smartphone atau melihat tayangan sinetron di TV.
Selain itu, akan ada juga banyak orang yang saling beradu argumen dan beradu pendapat tentang buku yang telah dibaca sehingga menjadi diskursus yang menarik.
Paling penting, attention span (kemampuan seseorang untuk memfokuskan perhatian pada suatu aktivitas atau tugas dalam jangka waktu tertentu tanpa terganggu oleh distraksi atau kehilangan minat) orang-orang juga akan meningkat karena kecintaan mereka terhadap kebiasaan membaca buku.
Dengan masyarakatnya yang sudah terbiasa untuk membaca buku dan mencintai buku, maka secara perlahan tingkat minat baca dari sebuah negara akan meningkat.
Hal tersebut sekaligus juga akan membuka kesadaran masyarakat bahwa ada beberapa hal yang harus diperbaiki dari sebuah negara.
Masyarakat tidak lagi memilih calon pemimpin mereka yang hanya suka joget “oke gas-oke gas”, masyarakat tidak lagi memilih calon pemimpin yang hanya mengandalkan pemberian “Bantuan Langsung Tunai”, dan masyarakat tidak lagi memilih pemimpin yang mengandalkan “Serangan Fajar” saat pemilu dilaksanakan.
Dengan kita mulai membeli buku secara resmi maka secara tidak langsung kita juga akan memajukan negara kita tercinta ini.
Mungkin perlu proses yang sangat panjang agar dampaknya bisa langsung terasa. Kita semua sebagai rakyat Indonesia sebenarnya sangat mencintai bangsa ini.
Namun, pada kenyataannya, pemerintahlah yang membuat kondisi negara menjadi berantakan sehingga melunturkan nasionalisme dan rasa cinta kita kepada Indonesia.
Satu hal terakhir yang bisa saya sampaikan dalam tulisan ini adalah biasakan untuk membeli buku secara resmi. Zaman sekarang akses untuk mendapatkan buku resmi bisa semakin mudah.
Kita bisa membeli secara online dan memanfaatkan diskon-diskon didalamnya sehingga kita bisa membeli buku asli dengan harga yang lebih murah.
Dengan membiasakan membeli buku asli, penulis dan penerbit bisa merasa dihargai karyanya dan mendukung iklim literasi yang baik untuk masyarakat Indonesia.
Editor : Khasan Rochmad