JEDDAH - Upaya sebagian warga negara Indonesia (WNI) untuk berhaji tanpa jalur resmi kembali menemui tembok kokoh otoritas imigrasi Arab Saudi. Setelah sebelumnya 30 WNI termasuk asal Madura terindikasi hendak menunaikan haji menggunakan visa ziarah, kali ini sebanyak 50 WNI langsung dideportasi sesaat setelah mendarat di Bandara King Abdul Aziz, Jeddah.
Menurut Konsul Jenderal RI di Jeddah, Yusron B. Ambary, para WNI tersebut ditolak masuk karena menggunakan visa pekerja musiman yang bukan diperuntukkan untuk ibadah haji.
“Mereka langsung denied entry dan dipulangkan ke Indonesia dengan penerbangan berikutnya. Tidak ada penjelasan khusus dari imigrasi Saudi karena memang itu hak penuh otoritas mereka,” kata Yusron dalam konferensi pers di Jeddah (6/5/2025)
Ia menegaskan, meskipun visa pekerja musiman itu sah secara administratif, tetap tidak bisa digunakan untuk keperluan haji. Arab Saudi tengah memperketat pengawasan terhadap potensi penyalahgunaan visa non-haji menjelang puncak musim haji 2025.
Baca Juga : Empat Koper Jemaah Haji Disita di Bandara Madinah karena Bawa Rokok Melebihi Batas
"Itu wewenang imigrasi tanpa harus menjelaskan alasannya. Sama seperti di negara lain, punya visa tidak menjamin bisa masuk suatu negara," ujar Yusron.
Gelombang penolakan ini bukan yang pertama. Sebelumnya, 30 WNI diketahui berangkat menggunakan visa ziarah dan berniat berhaji. Mereka terancam ditangkap jika nekat masuk ke Mekkah tanpa visa haji resmi. Hukuman yang menanti pun tak main-main: dari deportasi, penahanan, hingga denda hingga SAR 100.000 atau sekitar Rp 448 juta. Sanksi juga berlaku bagi pihak yang memfasilitasi, seperti penyedia akomodasi dan kendaraan.
“Tagline-nya jelas, kalau berhaji tanpa visa haji, berarti uang hilang, haji melayang,” tegas Yusron.
Baca Juga : 50 WNI Dideportasi karena Gunakan Visa Pekerja Musiman, Satu Calon Haji dari Lombok Dicekal
Ia menambahkan, pihak Konsulat hanya dapat memberikan imbauan dan bantuan pemulangan bagi yang bersedia pulang. “Kami bantu fasilitasi jika ingin kembali ke Indonesia, tapi biaya tiket ditanggung sendiri,” ujarnya.
Sementara itu, dua calon jemaah haji reguler asal Lombok dari embarkasi LOP 2 juga mengalami kendala saat tiba di Arab Saudi. Mereka terdeteksi masuk dalam daftar cekal imigrasi Saudi karena memiliki riwayat deportasi.
“Yang satu bisa lanjut karena masa cekalnya sudah habis, sementara satu lagi harus dipulangkan karena masa cekalnya masih berlaku,” ungkap Yusron.
Baca Juga : 30 WNI Termasuk Asal Madura Nekat Berhaji Pakai Visa Ziarah, Terancam Dideportasi dan Denda Rp 448 Juta
Salah satu jemaah, MH, sempat mencoba mengganti nama. Namun, sistem biometrik Arab Saudi tetap berhasil mengenali identitas aslinya. Setelah dilakukan klarifikasi, ia akhirnya diperbolehkan masuk karena larangan masuknya telah kedaluwarsa. Sebaliknya, jemaah berinisial M yang dideportasi pada 2019, harus kembali ke Indonesia karena masa larangan 10 tahunnya masih aktif.
Yusron menekankan bahwa sistem imigrasi Saudi sangat ketat, terutama dalam mendeteksi identitas melalui sidik jari dan wajah. Ia menyebut kasus semacam ini dapat terdeteksi lebih awal jika embarkasi menggunakan skema fast track.
“Kalau fast track, ketahuan dari Indonesia. Tapi Lombok belum pakai fast track, jadi baru ketahuan saat tiba di Saudi,” jelasnya.
Baca Juga : PPIH Berikan Layanan Prioritas Bagi Jemaah Haji Lansia dan Disabilitas Sejak Bandara
Kemenag pun kembali mengingatkan masyarakat untuk tidak memaksakan diri berangkat haji jika masih memiliki catatan buruk di sistem imigrasi Arab Saudi.
“Kemenag selalu melakukan sosialisasi. Yang mau berhaji, pastikan tidak masuk kategori cekal,” pungkas Yusron.(Dhimas Ginanjar)
Editor : A. Ramadhan