Apa sih mata minus itu?
Mata minus atau lebih dikenal sebagai rabun jauh adalah suatu gangguan penglihatan dimana seseorang membutuhkan bantuan dari lensa minus untuk melihat suatu objek di kejauhan dengan jelas.
Seberapa banyak penderita mata minus di dunia?
Studi mengatakan jumlah penderita miopia di dunia terus berkembang, dimana 30% dari jumlah penduduk dunia menderita mata minus dan diperkirakan pada tahun 2050, hampir 50% akan menjadi penderita mata minus, kira-kira sejumlah 5 milyar jiwa.2 Asia Timur dan Asia Tenggara, yaitu Korea Selatan, Taiwan, Singapore, China, dan Jepang memiliki prevalensi mata minus sebesar 80-90%. 3,4,5
Apa saja hal-hal yang mempengaruhi terjadinya mata minus?
Berikut adalah beberapa hal yang merupakan faktor risiko terjadinya mata minus :6
1. Seringnya melakukan aktivitas yang membutuhkan penglihatan dekat. Semakin tinggi level pendidikan dan pekerjaan biasanya semakin banyak pula waktu yang dihabiskan untuk aktivitas-aktivitas yang membutuhkan penglihatan dekat. Aktivitas tersebut contohnya terlalu lama menggunakan gadget/komputer, membaca buku pada jarak dekat dalam jangka waktu lama, dan lain sebagainya.
2. Kurangnya waktu untuk aktivitas di luar ruangan
3. Etnis Asia Timur
4. Riwayat keluarga terutama orang tua dengan mata minus
5. Pada beberapa studi dikatakan anak perempuan lebih rentan mata minus dibandingkan dengan anak laki-laki.
Apa saja dampak yang dapat terjadi bila mata minus tidak dikoreksi?
Ada berbagai macam dampak yang dampak terjadi bila mata minus dibiarkan tanpa koreksi, contohnya :
1. Risiko terjadinya gangguan penglihatan
Mata minus yang tidak dikoreksi adalah salah satu dari penyebab utama gangguan penglihatan yang dapat dicegah. Komplikasi dari mata dengan minus tinggi bisa mengancam penglihatan seperti degenerasi makula miopia, ablasio retina, katarak, dan glaukoma.7
2. Pendidikan terganggu Pada anak-anak, penglihatan yang tidak dikoreksi akan mempengaruhi prestasi sekolah dan berakibat dalam timbulnya stres psikososial. Adanya sikap atau pandangan yang negatif terhadap penggunaan kacamata juga dapat mempengaruhi kesehatan psikososial.
3. Menurunnya kualitas hidup Penurunan kualitas hidup terjadi baik pada mata minus yang dikoreksi maupun tidak dikoreksi dan tingkatnya berbeda-beda tergantung dari modalitas yang digunakan untuk mengoreksi mata minus tersebut.
4. Dampak pada ekonomi
Mengingat sifat progresivitas mata minus, maka ada :
1. Biaya langsung, seperti biaya yang dibutuhkan untuk pemeriksaan mata minus secara reguler, terapi atau tatalaksana yang diperlukan untuk mengoreksi mata minus, biaya transportasi dan lain sebagainya
2. Biaya tak langsung, seperti biaya yang timbul oleh karena hilangnya produktivitas adalah besar.
Jumlah dari kedua biaya tersebut cukup besar dan memiliki dampak pada ekonomi.
Bagaimana caranya supaya minusnya tidak bertambah?
Ada beberapa cara untuk mengontrol mata minus, sebagai contoh :
1. Melakukan aktivitas di luar ruangan minimal 2 jam sehari
2. Dengan bantuan terapi obat-obatan seperti penggunaan tropin setiap harinya
3. Pemakaian alat bantu seperti kacamata atau lensa kontak. Saat ini sudah ada kacamata dan lensa kontak khusus yang dapat membantu memperlambat progresifitas dari mata minus.
4. Dengan melakukan prosedur bedah refraktif seperti LASIK. Kapan saya harus periksa ke dokter mata?
Segera lakukan pemeriksaan jika kamu:
1. Sering memicingkan mata saat melihat
2. Kesulitan melihat jauh (seperti papan tulis pada anak-anak)
3. Sering mendekat ke layar bila menonton TV
4. Mata terasa lelah
5. Sering sakit kepala
6. Anak-anak cenderung tidak memiliki/tidak mengenali gejala tersebut, jadi untuk anak-anak terutama bagi mereka yang memiliki orang tua dengan mata minus, maka sebaiknya segera dilakukan pemeriksaan saat mereka sudah bisa membaca.
Konsultasi dan informasi lebih lanjut dapat segera menghubungi dokter mata anda.
Referensi
1. Holden BA, Fricke TR, Wilson DA, Jong M, Naidoo KS, Sankaridurg P, Wong TY, Naduvilath TJ, Resnikoff S, Global Prevalence of Myopia and High Myopia and Temporal Trends from 2000 through 2050, Ophthalmology, May 2016 Volume 123, Issue 5, Pages 1036–1042.
2. Jung SK, Lee JH, Kakizaki H, Jee D. Prevalence of myopia and its association with body stature and educational level in 19-year-old male conscripts in seoul, South Korea. Investigative ophthalmology & visual science 2012;53:5579-83.
3. Lin LL, Shih YF, Hsiao CK, Chen CJ. Prevalence of myopia in Taiwanese schoolchildren: 1983 to 2000. Annals of the Academy of Medicine, Singapore 2004;33:27-33.
4. Quek TP, Chua CG, Chong CS, et al. Prevalence of refractive errors in teenage high school students in Singapore. Ophthalmic & physiological optics : the journal of the British College of Ophthalmic Opticians 2004;24:47-55.
5. He M, Zeng J, Liu Y, Xu J, Pokharel GP, Ellwein LB. Refractive error and visual impairment in urban children in southern china. Investigative ophthalmology & visual science 2004;45:793-9.
6. IMI white papers, 2019, 2021, 2023 https://myopiainstitute.org/imi-white-papers/Investigative Ophthalmology & Vision Science IMI Special issues 60(3) 2019, 62(5) 2021 and 64(6) 2023.
7. Holden B, Sankaridurg P, Smith E, Aller T, Jong M, He M. Myopia, an underrated global challenge to vision: where the current data takes us on myopia control. Eye. 2014;28:142-146.

















