Maraknya perkembangan zaman memberikan dampak signifikan pada generasi muda, khususnya Gen Z. Berdasarkan Sensus Penduduk 2020, Gen Z adalah kelompok generasi terbesar di Indonesia, mencakup 27,94% atau sekitar 74,93 juta jiwa. Saat ini, Gen Z berada pada usia anak-anak hingga remaja. Sayangnya, dalam era modern ini, banyak dari mereka justru memprioritaskan kegiatan bermain tanpa diimbangi dengan pemenuhan kewajiban.
Apa yang terjadi sekarang? Banyak dari mereka kehilangan arah dan jati diri. Mereka menghadapi berbagai tantangan dan seringkali merasa bahwa masa depan tidak berjalan sesuai harapan. Hal ini adalah wajar. Namun, Gen Z juga sering kali terpengaruh oleh berita di media sosial dan lingkungan sekitar, yang membuat mereka mudah mengidentifikasi diri secara keliru dan merasa mengalami gangguan mental.
Menurut penelitian dari American Psychological Association (APA), sekitar 91% Gen Z rentan terhadap gangguan mental. Salah satu faktor utamanya adalah kurangnya peran orang tua yang semestinya mendukung, mengarahkan, dan mengawasi putra-putrinya. Beberapa anak justru mengalami perlakuan kasar, sering disalahkan, diremehkan, tidak diapresiasi, atau bahkan tidak didengar.
Orang tua sering kali terlihat tidak peduli selama anaknya tampak baik-baik saja dari luar. Padahal, kondisi hati dan pikiran para remaja bisa sangat berbeda. Anak perempuan, misalnya, yang biasanya lebih perasa, cenderung memendam masalah karena gengsi. Mereka seringkali meluapkan kesedihan dengan diam, menangis, atau mengasingkan diri. Sementara itu, anak laki-laki sering dianggap kuat dan mampu menyelesaikan masalah sendiri.
Akibatnya, banyak remaja merasa sendirian dan terisolasi, tanpa seseorang untuk diajak berbagi. Kondisi ini bisa memicu gangguan mental seperti depresi, yang berpotensi menjadi trauma akibat perlakuan buruk orang tua. Depresi juga dapat menghambat perkembangan remaja, memengaruhi kemampuan mereka berkonsentrasi, dan berdampak pada prestasi di sekolah. Pada titik terburuk, remaja yang mengalami depresi dapat memiliki pikiran untuk mengakhiri hidupnya karena merasa tidak ada masa depan yang bahagia.
Pentingnya peran orang tua dalam kesehatan mental anak menjadi faktor utama dalam membantu anak menghadapi tantangan hidup. Dengan pola asuh yang baik—memberikan kasih sayang, pengakuan, arahan, apresiasi, dan validasi atas perasaan mereka—orang tua dapat membangun rasa percaya diri pada anak. Hal ini mendorong mereka untuk terus maju, menerima kegagalan sebagai bagian dari proses, dan menghadapi tantangan dengan lebih tenang.
Jadi, didiklah anak-anak dengan kasih sayang yang tulus dan tanpa ekspektasi yang terlalu jauh. Masa depan anak sangat dipengaruhi oleh pola asuh orang tua yang mampu memberikan contoh baik dan mendukung segala kegiatan positif anaknya. Dengan demikian, kita dapat membentuk generasi muda yang unggul dan berakhlak mulia. (*)