Pada tanggal 20 Juni 2024, Pusat Data Nasional (PDN) mengalami serangan siber yang mengganggu layanan publik secara signifikan. Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) menjelaskan bahwa serangan tersebut dilakukan dengan mengirimkan malware dan mengenkripsi data-data pemerintah yang tersimpan di PDN.
Tidak tanggung-tanggung, pelaku peretasan menuntut tebusan sebesar 8 juta dolar AS. Insiden ini memunculkan pertanyaan: apakah pemerintah telah memaksimalkan sumber daya yang ada untuk meningkatkan keamanan sibernya? Atau justru lamban dalam mengantisipasi ancaman serangan siber?
Akibat kejadian ini, Direktur Jenderal Aplikasi Informatika, Samuel Pangerapan, mengundurkan diri dari jabatannya sebagai bentuk tanggung jawab atas peretasan tersebut.
Era Digital: Antara Kebanggaan dan Kekhawatiran
Di era digital saat ini, Indonesia telah menunjukkan kemajuan dengan perlahan mengadopsi digitalisasi di berbagai sektor. Namun, berita peretasan PDN menimbulkan kekhawatiran di kalangan masyarakat. Banyak yang bertanya, “Bagaimana mungkin PDN bisa diretas, padahal dikelola oleh orang-orang yang kompeten di bidangnya?”
Kekhawatiran masyarakat tidak hanya terkait keamanan data pemerintah tetapi juga data pribadi mereka. Apakah data tersebut akan disalahgunakan? Sejauh ini, pemerintah berusaha mengembalikan data-data tersebut dengan aman. Namun, masyarakat mengingatkan agar kejadian ini tidak berujung seperti kasus di Korea Selatan pada 2019, di mana pemerintah harus mengeluarkan 650 juta dolar AS untuk mengganti data 50 juta warganya.
Anggaran: Solusi atau Alasan?
Menkominfo sempat menyebut bahwa keterbatasan anggaran menjadi alasan banyaknya lembaga yang tidak memiliki sistem backup data. Namun, pernyataan ini menimbulkan berbagai opini publik. Sebagian menilai bahwa alasan anggaran kerap digunakan sebagai dalih, padahal yang lebih penting adalah bagaimana anggaran yang tersedia dikelola secara efektif dan efisien.
Dalam bidang teknologi informasi, tidak hanya soal backup data yang menjadi prioritas, tetapi juga sistem keamanannya. Backup data saja tidak cukup jika sistem utama tetap rentan diretas. Pemerintah harus fokus pada pencegahan, bukan sekadar mengatasi.
Belajar dari Estonia
Sebagai negara yang telah menerapkan digitalisasi sejak 1997, Estonia bisa menjadi contoh. Meskipun negara ini juga pernah menghadapi ancaman serangan siber, pemerintahnya mampu merespons dengan cepat sehingga data warganya tetap aman. Dengan sistem keamanan data yang andal, pemerintah Estonia berhasil memberikan rasa aman kepada masyarakat, yang berujung pada meningkatnya kepercayaan publik.
Dampak Peretasan Terhadap Kepercayaan Publik
Insiden peretasan ini menimbulkan kekhawatiran yang lebih besar karena PDN menyimpan banyak data penting, termasuk data rahasia negara. Masyarakat mulai mempertanyakan apakah sistem keamanan yang digunakan sudah cukup canggih, atau apakah sumber daya manusia yang terlibat kurang peduli terhadap keamanan data tersebut.
Ketidakmampuan pemerintah dalam melindungi data sensitif berpotensi meruntuhkan kepercayaan masyarakat. Dalam konteks digitalisasi, kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah sangat penting untuk menciptakan sinergi bersama menuju kemajuan teknologi.
Langkah yang Harus Dilakukan Pemerintah
Pemerintah perlu membenahi sistem keamanan data secara menyeluruh. Hal ini mencakup:
1. Penguatan Infrastruktur Keamanan: Membangun sistem yang lebih canggih dan sulit diretas.
2. Pelatihan SDM: Meningkatkan keterampilan pegawai agar mampu mengantisipasi ancaman siber.
3. Efisiensi Anggaran: Mengelola dana yang ada dengan efektif untuk pengembangan teknologi dan sistem keamanan.
4. Edukasi Publik: Meningkatkan literasi teknologi masyarakat agar lebih waspada terhadap ancaman digital.
Jika pemerintah mampu memberikan jaminan keamanan data, kepercayaan masyarakat akan meningkat. Keamanan data bukan hanya soal perlindungan, tetapi juga tentang membangun citra positif pemerintah di mata rakyat.
Penutup
Peretasan Pusat Data Nasional adalah peringatan bagi pemerintah Indonesia untuk lebih serius dalam menghadapi tantangan keamanan siber. Masyarakat berharap pemerintah tidak hanya menyelesaikan masalah ini tetapi juga mencegahnya agar tidak terulang di masa depan. Dengan membangun sistem keamanan data yang andal, pemerintah tidak hanya melindungi informasi penting tetapi juga menjaga kepercayaan masyarakat terhadap digitalisasi di Indonesia. (*)