BANGKALAN - Ratusan civitas akademika Universitas Trunojoyo Madura (UTM) berkumpul dalam sebuah acara renungan doa, Rabu malam (4/12/2024), sebagai bentuk keprihatinan mendalam atas tragedi yang menimpa Een Jumianti, seorang mahasiswi Fakultas Pertanian UTM. Dengan mengenakan pita hitam di lengan, mereka menyalakan 1.000 lilin di depan Gedung Rektorat.
Acara ini berlangsung dalam suasana penuh haru, diterangi hanya oleh cahaya lilin yang melambangkan solidaritas dan dukacita. Civitas akademika juga menyalakan lilin berbentuk angka 340, merujuk pada pasal dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) terkait pembunuhan berencana, sebagai simbol tuntutan hukuman berat untuk pelaku.
“Kami akan melawan pelaku itu dihukum seadil-adilnya, tidak hanya di proses kepolisian, termasuk nanti sampai proses di pengadilan,” tegas Presiden Mahasiswa UTM, Moh. Anis Anwari.
“Kami sangat trauma dengan kejadian ini, karena sebelumnya pernah ada kasus kekerasan yang akhirnya tidak dilanjutkan. Kali ini, kami berkomitmen mengawal kasus ini hingga tuntas.”
Sebelumnya, Een Jumianti ditemukan tewas dengan luka mengenaskan, diduga dibunuh oleh kekasihnya sendiri di Desa Banjar Galis, Bangkalan. Kejadian ini mengguncang komunitas kampus dan menimbulkan gelombang solidaritas besar.
Wakil Rektor UTM, Surokim, mengapresiasi inisiatif mahasiswanya untuk mengenakan pita hitam sebagai simbol rasa duka.
“Simbol pita hitam mungkin tidak seberapa mewakili pedihnya, tapi ini menunjukkan solidaritas mahasiswa yang benar-benar merasa kehilangan terhadap temannya, sahabatnya, dan ini telah mengusik rasa keadilan kita semua,” ujarnya.
UTM berkomitmen untuk terus mengawal kasus ini hingga putusan hukum inkracht di pengadilan.
“Kami ingin menjaga UTM tetap menjadi simbol nilai-nilai kemanusiaan dan keadilan di Madura,” tambah Surokim.
Acara renungan ini menjadi momentum untuk mengingatkan pentingnya keamanan dan keadilan, baik di lingkungan kampus maupun masyarakat luas. (Moch Sahid/Dhelfia Ayu)
Editor : Iwan Iwe