MOJOKERTO - Sidang kasus penggelapan dalam jabatan CV Mekar Makmur Abadi (MMA) dengan terdakwa Herman Budiyono, memasuki babak akhir di Pengadilan Negeri (PN) Mojokerto, Senin (16/12/2024).
Majelis Hakim menjatuhkan vonis tiga tahun penjara terhadap terdakwa Herman Budiyono. Majelis hakim menilai terdakwa terbukti menggelapkan uang Rp12 Miliar.
"Terdakwa Herman Budiyono bin Bambang Sucahyo terbukti secara sah melakukan tindak pidana penggelapan sebagaimana dakwaan dari Jaksa Penuntut Umum. Menjatuhkan pidana kepada terdakwa selama tiga tahun," ucap Ketua Majelis Hakim, Ida Ayu Sri Adriyanthi Widja.
Atas vonis ini, Michael SH MH CLA, CTL, CCL kuasa hukum terdakwa menyatakan banding. Seusai persidangan, Michael mengungkapkan bila majelis hakim tidak cermat dalam menjatuhkan vonis.
Baca Juga : Terdakwa Herman Budiyono Divonis 3 Tahun Penjara, Kuasa Hukum: Putusan Aneh
"Semuanya subyektif tidak berdasar fakta persidangan yang sebenarnya, Kita sudah melampirkan setoran modal Rp3 miliar dari Herman Budiyono," katanya.
Salah satu yang janggal, lanjut Michael, setoran terdakwa hanya Rp1 Miliar.
"Terus dapat acuan dari mana kok cuman Rp. 1 Miliar, yang Rp 2 miliar kemana?, Aneh banget pertimbangan Majelis Hakimnya. Dalam pertimbangan Majelis Hakim dijelaskan jika Direktur PT MMA Bambang Sucahyo menyetor modal namun dalam fakta persidangan tidak pernah diungkap dan menunjukkan bukti setoran dari Direktur," ujarnya.
Baca Juga : Kajari Kota Mojokerto Tegaskan Tidak Ada Jual Beli Tuntutan Terdakwa Penggelapan Rp12 Miliar
Hal tersebut dinilai sebagai kekeliruan dan tidak berdasar pada fakta persidangan. Masih kata penasihat hukum terdakwa, Majelis Hakim mempertimbangkan dari salah satu ahli Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang menyatakan persero pasif tidak boleh menjalankan kepengurusan CV MMA.
"Mana dasarnya? Karena fakta persidangan jelas bahwa dalam akta pendirian disebutkan jika salah satu meninggal maka persero tetap bisa berjalan. Ini yang alasan hakim tidak masuk akal dan ngawur, padahal Guru Besar Hukum Perdata yaitu Prof Indrati Rini dalam persidangan menyatakan persero pasif boleh menjalankan kepengurusan CV sepanjang menguntungkan CV dan tidak ada dasar hukumnya CV itu berhenti apabila salah satu persero meninggal," tuturnya.
Baca Juga : Tolak Replik JPU, Kuasa Hukum Minta Terdakwa Penggelapan Rp12 Miliar Dibebaskan
Penasihat Hukum juga menyinggung soal neraca yang tak pernah terungkap di persidangan. Tidak ada yang membuat neraca namun dibuat menjadi pertimbangan. Ia pun menyayangkan pertimbangan majelis hakim yang menganggap bukti yang diajukan pihaknya tidak relevan namun tanpa disebutkan bukti apa yang dianggap tidak relevan.
"Dari mana asal usulnya itu, siapa yang membuat neraca. Apa sesuatu yang tidak jelas asal usulnya dan kebenarannya kemudian dibenarkan secara sepihak oleh majelis? Contoh, saksi bagian administrasi yang diajukan pihak JPU yang mana saksi tersebut mengatakan tidak ada penggelapan yang dilakukan terdakwa. Trus dasar putusannya apa? Masa orang tak melakukan penggelapan tapi dihukum?," paparnya.
Sehingga pihaknya menolak vonis Majelis Hakim tiga tahun penjara terhadap terdakwa karena tidak berdasar dan tidak masul akal. Menurutnya penalaran hukum tidak sesuai fakta persidangan yang sebenarnya. Sehingga pihaknya juga akan melaporkan hakim yang memutus perkara ini ke Komisi Yudisial dan BAWAS MA-RI.
Baca Juga : Sidang Pledoi, Kuasa Hukum Minta Terdakwa Penggelapan Rp12 miliar Dibebaskan
"Karena kami menduga Majelis Hakim sudah tidak netral dan adanya pelanggaran kode etik karena ketidakprofesional dalam mengadili perkara ini dan adanya keberpihakan majelis makanya bukti video yang kami minta di putar tidak mau diputar dan membatasi hak-hak Terdakwa," lanjutnya.
Menurutnya, putusan Majelis Hakim tersebut adalah putusan yang menjadi preseden buruk bagi para pencari keadilan. Karena Majelis Hakim hanya mendengar penjelasan pelapor secara sepihak tanpa mempertimbangkan secara objektif, sementara sisi terdakwa dikesampingkan oleh Majelis Hakim.
"Sejak awal kami sudah menduga bahwa meskipun klien kami tidak bersalah tapi akan tetap dihukum. Karena sejak awal eksepsi terkait uraian dakwaan JPU yang copy paste aja mereka diamkan padahal mana boleh uraian dakwaan itu copy paste, karena perkara ini sejak awal mulai penyidikan hingga tingkat Pengadilan Negeri diduga sudah dikondisikan," tegasnya.
Baca Juga : Terdakwa Penggelapan Rp12 Miliar Dituntut 4 Tahun Penjara, Pengacara: Jaksa Lucu
Ia kembali menegaskan jika perkara tersebut murni perkara perdata tapi dipaksa menjadi pidana sehingga dari hal tersebut menjadi sesat. Penasihat hukum menambahkan, jika keterangan ahli perdata JPU yang menyatakan perbuatan melawan hukum dalam pidana dan perdata itu sama.
"Inilah yang menjadi sesat penalaran hukum yang diberikan itu. Kami akan memakai hak kita, kami akan minta salinan putusan lengkap, kami akan pikir-pikir untuk melaporkan juga, kami akan menindaklanjuti laporan kami ke Kejaksaan Agung kemarin, kami juga akan pikir-pikir mengambil langkah melaporkan atas ketidakprofesionalan dan subyekfiktasnya Majelis Hakim," pungkasnya. (*)
Editor : M Fakhrurrozi