Perempuan hebat membangun Indonesia bermartabat, salah satunya adalah Putri kita, Ibu RA Kartini. Hari ini, tepat 146 tahun sejak kelahirannya, kita memperingati Hari Kartini di seluruh penjuru Tanah Air. Setiap tahunnya, Hari Kartini jatuh pada tanggal 21 April, bertepatan dengan hari kelahiran R.A. Kartini yang lahir pada 21 April 1879 di Jepara, Jawa Tengah.
Momen ini menjadi ajang refleksi terhadap perjuangan Kartini dalam memperjuangkan hak-hak perempuan, terutama di bidang pendidikan dan kesetaraan gender. Membicarakan soal Ibu Kartini, semua orang pasti kenal, termasuk anakku, istriku, pembantuku, dan supirku—karena wajah beliau begitu akrab dikenal sebagai wanita Indonesia di zaman penjajahan. Wanita Emansipasi—"Habis Gelap Terbitlah Terang." Siapa yang tak kenal Kartini? Sosok wanita nan ayu yang begitu dipuja oleh kaum wanita Indonesia. Karena beliaulah, wanita di negeri ini bisa merasakan kesetaraan derajat dengan pria. Raden Adjeng Kartini, atau sebenarnya lebih tepat disebut Raden Ayu Kartini, adalah seorang tokoh Jawa dan Pahlawan Nasional Indonesia.
Kehidupan RA Kartini
R.A. Kartini lahir pada 21 April 1879 di Kota Jepara. Nama lengkap beliau adalah Raden Ajeng Kartini Djojo Adhiningrat. Karena lahir dari keluarga bangsawan, ia mendapat gelar R.A. di depan namanya. Kartini dikenal karena perjuangannya dalam mempromosikan pendidikan dan emansipasi perempuan di awal abad ke-20. Berikut adalah ringkasan biografinya:
Nama Lengkap: Raden Ajeng Kartini Djojo Adhiningrat
Tempat & Tanggal Lahir: Jepara, 21 April 1879
Wafat: Rembang, 17 September 1904
Agama: Islam
Pada tahun 1903, saat berusia sekitar 24 tahun, Kartini dinikahkan dengan K.R.M. Adipati Ario Singgih Djojo Adhiningrat, Bupati Rembang yang telah memiliki tiga orang istri. Dari pernikahan itu, Kartini melahirkan seorang anak bernama Soesalit Djojoadhiningrat pada 13 September 1904. Berkat perjuangannya, pada tahun 1912 didirikanlah Sekolah Wanita oleh Yayasan Kartini yang pertama di Semarang dan kemudian menyebar ke Surabaya, Yogyakarta, Malang, Madiun, Cirebon, dan daerah lainnya.
Atas jasanya, Presiden Soekarno mengeluarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 108 Tahun 1964 pada 2 Mei 1964, menetapkan Kartini sebagai Pahlawan Kemerdekaan Nasional dan hari lahirnya diperingati sebagai Hari Kartini.
Pendidikan & Pemikiran Kartini
Ayah Kartini menyekolahkannya di ELS (Europese Lagere School) tempat ia belajar Bahasa Belanda hingga usia 12 tahun, sebelum kemudian ‘dipingit’. Kecintaannya pada membaca memperluas wawasannya tentang ilmu pengetahuan dan kebudayaan. Ia mulai menaruh perhatian pada ketimpangan antara perempuan Eropa dan pribumi.
Kartini adalah pejuang kemerdekaan dan pembela hak kaumnya—terutama perempuan Jawa. Selain emansipasi, Kartini juga bicara tentang kemanusiaan dan harapan. Kini, perempuan telah mewarnai berbagai sektor: eksekutif, legislatif, yudikatif, hingga supir, penyanyi, guru, dan tukang parkir. Beberapa kutipan inspiratif dari Kartini:
"Banyak hal yang bisa menjatuhkanmu. Tapi satu-satunya hal yang benar-benar dapat menjatuhkanmu adalah sikapmu sendiri."
"Hidup ini penuh teka-teki dan rahasia. Manusia mudah berubah-ubah. Jangan selalu mencari sebabnya pada tabiat yang lemah."
"Kita harus hidup bersama-sama dan untuk semua manusia. Tujuan hidup kita ialah membuat hidup lebih indah."
Prestasi & Karya Kartini
Kartini adalah perempuan cerdas yang mendapatkan akses pendidikan yang tak lazim pada masanya. Ia dikenal luas melalui surat-suratnya dalam bahasa Belanda, yang kemudian diterbitkan menjadi buku “Habis Gelap Terbitlah Terang” (Door Duisternis tot Licht). Dalam surat-surat itu, ia menyuarakan pentingnya pendidikan, kesetaraan gender, dan perubahan sosial.
Cita-cita luhur Kartini adalah melihat perempuan pribumi mampu menuntut ilmu seperti halnya laki-laki. Meskipun diizinkan menjadi guru, ia tidak diizinkan belajar ke Batavia ataupun ke Belanda.
Peninggalan & Warisan Kartini
Kartini wafat pada 17 September 1904 dalam usia 25 tahun, tak lama setelah melahirkan anak pertamanya. Meskipun hidupnya singkat, warisan dan gagasannya terus hidup dan mempengaruhi generasi berikutnya dalam perjuangan kesetaraan dan pendidikan perempuan.
Kartini menjadi simbol penting dalam sejarah Indonesia, terutama bagi gerakan perempuan. Mari kita berharap akan lahir lebih banyak perempuan hebat yang membangun Indonesia bermartabat.
Demikian sejarah singkat tentang Ibu Kartini, semoga bermanfaat dan menggugah pemahaman. (*)
21/4/25 (09.30 WIB)
Praktisi Dokter & Penulis Ilmu Kesehatan
Editor : Iwan Iwe