TUAL - Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mengecam keras kasus perbudakan yang terjadi di atas Kapal Ikan Asing (KIA) Ilegal yang melakukan aktivitas penangkapan ikan di WPPNRI 718 perairan laut Arafura.
Plt. Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP), Dr. Pung Nugroho Saksono, A.Pi., M.M. (Ipunk) saat menggelar konferensi pers di Pangkalan PSDKP Tual, Maluku menegaskan bahwa pihaknya mengecam keras kasus yang terjadi.
Hal itu setelah pihaknya mengamankan Kapal Pengangkut Ikan asal Indonesia yang telah melakukan alih muatan (transhipment) dengan dua Kapal Ikan Asing (KIA).
“Tidak boleh ada lagi di perairan Indonesia, KIA yang ilegal, jelas kapal tersebut tidak memiliki izin dan tidak terdata di KKP. Kami mengecam keras atas terjadinya kasus ini,” ujarnya.
Baca Juga : Caleg Petahana PAN DPR RI Ngamuk di Kantor Kecamatan
Terhadap apa yang terjadi ini, lanjut Ipunk, tentunya menjadi suatu keprihatinan. Di saat KKP sedang menegakan aturan, sedang membuat dan mengelola perikanan Indonesia jauh lebih tertib, jauh lebih baik, ternyata masih ada kapal Indonesia yang membantu Kapal Ikan Asing melakukan aksi IUU Fishing. Terlebih kebijakan Menteri Kelautan dan Perikanan Bapak Sakti Wahyu Trenggono untuk membuat Modeling terkait kebijakan Penangkapan Ikan Terukur di Zona 3 WPPNRI 718 (Tual dan Benjina).
“Kami secara terang-terangan menumpas habis _illegal fishing_ kapal asing. Pak Menteri KP Langsung memerintahkan dan kami langsung bergerak. Ternyata ABK yang dipekerjakan ke kapal asing tersebut mereka mendapatkan perlakuan yang tidak baik. Dimana akhirnya menyebabkan sebanyak 6 orang ABK dari total 55 orang yang dipekerjakan ke kedua KIA tersebut kabur melarikan diri,” ujarnya.
ABK yang melarikan diri dari kapal menceburkan diri ke laut, pada saat kapal menepi di perairan pulau Penambulai dan akan memindahkan ikan hasil tangkapan ke kapal pengangkut ikan Indonesia. 1 orang meninggal dan jasadnya sudah ditemukan dan 5 orang selamat.
Baca Juga : KKP Mengecam Kasus Perbudakan di atas Kapal Ikan Asing Ilegal
“Mereka lari dari kapal, lalu melompat ke laut dan berenang sejauh 12 mil atau ditempuh selama 3 jam. Ada satu orang yang tidak kuat berenang dan akhirnya meninggal,” katanya.
Pengakuan salah satu ABK Muhammad Sanusi Iskandar, mengatakan pertama dirinya tidak mendapatkan apa yang dijanjikan oleh agensi, dimana agensi menjanjikan gaji sebesar Rp2 juta dan Tunjangan Hari Raya (THR) sebesar Rp 2 juta setelah sampai di kapal.
“Namun setelah sampai di Kapal semua itu tidak ada. Malah dari pihak kapal menurunkan semua yang dijanjikan, katanya akan ada uang THR sebesar Rp 250 ribu dan uang bongkar Rp 300 ribu,” ujarnya.
Dari situ para ABK menolak dan memutuskan untuk tidak melanjutkan pekerjaan. Karena untuk kepastiannya mereka tidak menerima apa yang dijanjikan. Salah satu pihak kapal asing juga menjanjikan lagi untuk memulangkan kami namun tidak juga ada kejelasan, akhirnya kami terpaksa untuk tetap bekerja untuk mendapatkan makan.
“Mirisnya makanan yang dikasih hanya 1 loyang yang dibagi untuk 31 orang ABK. Lebih mirisnya lagi ada teman kami yang mengalami kecelakaan kerja namun hanya diberi alkohol kemudian lukanya ditutupi kopi,” katanya.
Sementara itu, pengakuan ABK kapal lainnya Robby Saktiawan, menjelaskan bahwa mereka diberi minum air tetesan Air Conditioner (AC) an air hujan disaat mereka mogok kerja.
“Yang ngasih orang kapal asing itu, kalo kami mogok kerja kami tidak makan dan minum. Makanan kami dikasih makanan bekas rombongan kapal asing itu,” ujarnya.
Sementara itu, Ipunk juga mengatakan bahwa Ini adalah gambaran perlakukan ABK Indonesia di atas kapal asing ilegal tersebut. Pihaknya tidak tinggal diam, KKP terus mengejar kapal asing tersebut sampai bisa mempertanggung jawabkan terhadap warga negara Indonesia.
KKP Siap Memfasilitasi Para ABK
Direktur Penanganan Pelanggaran PSDKP Teuku Elvitrasyah mengatakan ada beberapa indikasi pelanggaran atas berita acara. Pertama terkait dengan adanya transhipment ilegal KIA, kedua dugaan penggunaan BBM untuk KIA dan ketiga dugaan terjadi tindak pidana perdagangan orang (PPO).
“Ini perlu sinergi antar instansi dan para aparat penegak hukum karena penyidik perikanan hanya dibidang perikanan. Kami akan bersinergi dengan penyidik terkait yang menangani masalah BBM dan terkait tindak pidana perdagangan orang,” katanya.
Sementara itu Ketua Tim Kerja Pengawakan Kapal Perikanan, Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap (DJPT) KKP Muhammad Iqbal, mengatakan bahwa pihaknya bersedia memfasilitasi 25 orang ABK dan memiliki pilihan untuk tidak pulang ke Pulau Jawa.
“Dengan persyaratan perundang-undangan yang jelas ada dua kapal ikan indonesia yang siap menampung para ABK dimana posisi kapal saat ini berada di Dobo. Kapalnya resmi, legal, dan dibekali surat perjanjian kerja, hingga jaminan sosial,” ujarnya.(*)
Editor : M Fakhrurrozi