Mahasiswa dengan bakat tertentu jelas terlihat lebih menonjol dibandingkan dengan yang lainnya. Bakat yang dimiliki ini, sejak kecil harus terus diasah agar nanti bisa menjadi lebih baik dan lebih sempurna.
Seperti yang bakal melukis kaligfrafi dimiliki oleh Alwina Fariqoh. Mahasiswi berusia 21 tahun ini sudah sering memenangkan lomba kaligrafi sejak masih duduk di bangku SMP.
Sejumlah lomba telah dimenangkan oleh Alwina, seperti juara 1 kaligrafi mushaf Pentas PAI sekabupaten Bangkalan, Juara 2 Kaligrafi Kontemporer MTQ-SI UPNVJT se-Jawa Timur 2024, hingga Juara 2 Kaligrafi Kontemporer MTQ-SI UPNVJT 2025.
Selain itu, Alwina juga pernah berpartisipasi sebagai peserta Kaligrafi mushaf Pentas PAI se-Jawa Timur 2018 dan peserta Musabaqah Khatil Qur'an hiasan Mushaf MTQ XXVIII se-Jawa Timur 2019.
Baca Juga : Viral! Mahasiswi UTM Dianiaya Pacar di Kos, Pelaku Terancam Sanksi Pidana
Jadi, apa yang membuat Alwina tertarik dengan seni yang penuh dengan kesabaran ini? Mari simak kisahnya berikut ini!
Semua prestasinya yang gemilang itu berawal dari Alwina yang suka melihat pamannya menggambar dekorasi kaligrafi.
Paman Alwina, Pak Hosen, merupakan seorang seniman secara tidak langsung memperkenalkan kepada Alwina bagaimana keindahan dari seni kaligrafi.
Baca Juga : Diduga Putus Cinta, Mahasiswi Lompat dari Lantai 22 Apartemen di Surabaya
Paman Alwina juga memiliki sebuah sanggar, yang di mana tempat tersebut merupakan tempat latihan Alwina bersama dengan pamannya
Banyak sekali jenis-jenis kaligrafi yang dipelajari oleh Alwina seperti kaligrafi mushaf, kaligrafi kontemporer, dan lain-lain. Menurutnya, kaligrafi punya aturannya tersendiri.
"Kaligrafi itu seni yang pasti dan aturan Khot itu bener-bener ada kaidahnya, secara penilaian itu ada dan memang keindahannya itu menurut saya bisa dinilai (dinikmati) semua orang," tutur Alwina.
Baca Juga : Terjebak Konflik Di Sudan, Mahasiswi Asal Pasuruan Masih Trauma
Alwina juga mengungkapkan untuk saat ini dia lebih fokus kepada kaligrafi kontemporer karena memang sesuai dengan bakat menggambar yang dia miliki.
Kaligrafi kontemporer juga tidak bisa sembarangan digambar, perlu ada penyesuaian antara tulisan arab dengan gambar yang dilukis. Menurutnya, lukisan arab memiliki makna tersembunyi karena lukisan tersebut menggambarkan arti ayatnya.
Baca Juga : Penjambret Mahasiswi UTM Itu Berseragam Sekolah
Hal tersebut menjadi bukti bahwa kaligrafi tidak hanya mengandung nilai-nilai artistik, tetapi juga mengandung kaidah-kaidah yang bermakna.
Seperti yang sempat disinggung, paman Alwina adalah salah satu sosok yang menginspirasi Alwina untuk terjun dalam dunia seni kaligrafi.
Namun, pada tahun 2016, pamannya meninggal dunia dan setelahnya Alwina mempelajari seni kaligrafi mushaf seorang diri secara otodidak.
Selain pamannya, ayahnya juga berperan dalam perkembangan skill kaligrafi Alwina. Menurutnya, ayahnya juga seorang seniman, tetapi berbeda dengan pamannya.
Ayah Alwina tidak terlalu ahli, beliau hanya bisa mengoreksi karya-karya Alwina baik dari segi komposisi warna dan komposisi tulisannya.
"Ayah sama om sama sama seniman jadi saya dapet ilmu dari keduanya cuman kalau ayah lebih ke lukisan sedangkan paman banyak nguasai cabang seni salah satunya kaligrafi," ujar Alwina.
Meskipun sebagian besar waktunya digunakan untuk belajar otodidak, Alwina tidak mempermasalahkan hal tersebut dan justru membuatnya untuk belajar mandiri.
Pendalaman seni kaligrafi Alwina dimulai sejak dia mengikuti lomba di SMP pada tahun 2018. Alwina ditunjuk oleh gurunya untuk mengikuti lomba dikarenakan gurunya melihat potensi Alwina yang memiliki bakat dalam menggambar.
Sejak terpilihnya Alwina untuk mengikuti lomba Kaligrafi Mushaf, dia mulai serius dan sejak saat itulah Alwina mendalami seni kaligrafi dan terus mengembangkan kemampuannya hingga saat ini.
Semua jejak keberhasilan Alwina tentunya tidak lepas dari sebuah tempat dimana dia sering menghabiskan waktunya untuk terus melatih kemampuannya.
Karena pamannya adalah seorang seniman, pamannya juga memiliki sebuah sanggar untuk tempat latihan. Alwina sudah mengenal sanggar tersebut sejak kecil dan dari sanalah bakat menggambar Alwina mulai muncul dan terus diasah.
Setelah kepergian pamannya di tahun 2016, sanggar tempat Alwina berlatih harus vakum untuk sementara karena memang tidak ada orang yang mengajar.
Sanggar tersebut vakum selama beberapa bulan sampai akhirnya ayah Alwina meneruskan untuk mengajar di sanggar tersebut menggantikan paman Alwina.
Pada tahun 2020 ayah Alwina meninggal dunia dan akhirnya sanggar tersebut kembali vakum. Ketika Alwina memasuki bangku SMA, Alwina akhirnya meneruskan untuk mengajar di sanggar tersebut.
Dalam sanggar, dia juga bertemu dengan anak-anak lain dengan ide-ide yang berbeda dan kreatif sehingga memotivasi Alwina untuk terus selalu berlatih dan meningkatkan kemampuannya.
"Anak anak sanggar yang saya ajar juga aktif ikut dan banyak menjuarai lomba mulai dari lomba mewarnai, menggambar, poster sama kaligrafi," kata Alwina.
Alwina menjuarai lomba Kaligrafi Mushaf Pentas PAI se-kabupaten Bangkalan pada tahun 2018. Karena Alwina meraih juara 1, otomatis langsung dikirim untuk mengikuti lomba yang sama dalam skala yang lebih besar yaitu se-Jawa Timur.
Karena banyaknya peserta yang karyanya jauh lebih bagus dan persaingan yang ketat, Alwina gagal untuk mendapatkan gelar juara. Satu tahun kemudian Alwina mengikuti lomba Musabaqah Khatil Qur'an hiasan Mushaf MTQ XXVIII se Jawa Timur.
Dalam lomba tersebut Alwina juga gagal untuk membawa gelar juara, Ini karena dia bersaing dalam kategori umum.
Ini membuat mayoritas pesertanya adalah orang-orang yang sudah professional dalam bidang kaligrafi. Namun, dari lomba tersebut Alwina merasa puas dengan karyanya.
"Cuman dihasil akhir walaupun saya nggak masuk juara, tapi saya ngerasa hasil saya udah terbaik gitu menurut saya," ujarnya lagi.
Ketika menginjak bangku, SMA Alwina tidak mengikuti lomba apapun karena waktu itu Covid-19 mulai menyebar dan dihimbau untuk melakukan kegiatan belajar mengajar secara daring.
Memasuki bangku perkuliahan, Alwina mengikuti lomba Kaligrafi kontemporer MTQ-SI UPNVJT se- Jawa Timur pada tahun 2024. Pada ajang perlombaan ini, Alwina berhasil mendapatkan juara 2.
Setelah kehilangan paman dan ayahnya, Alwina melakukan proses latihan kaligrafi kontemporer sendirian karena memang tidak ada sosok yang mampu membimbing dirinya. Memacu Alwina untuk menjadi mahasiswa yang lebih tangguh dan mandiri.
Pada Februari 2025 lalu, Alwina mengikuti Kaligrafi kontemporer MTQ UPNVJT dan berhasil memenangkan perlombaan dan menyabet juara 1.
Menurutnya, lomba ini juga menjadi program seleksi satu kampus untuk nantinya dikirimkan ke tingkat yang lebih tinggi lagi yaitu tingkat Provinsi. Nantinya lomba tingkat provinsi ini akan diselenggarakan pada bulan September nanti.
Nah, itulah kisah bagaimana Alwina meraih berbagai prestasi gemilang, mulai dari tingkat kabupaten, tingkat provinsi, dan tingkat universitas.
Semoga kisahnya mampu menginspirasi kita semua untuk lebih semangat lagi dalam membuat karya, pantang menyerah, dan terus menebarkan kebaikan melalui karya seni.
Editor : Khasan Rochmad