NGANJUK - Sekitar 120 warga terdampak pembangunan Bendungan Semantok yang berada di Desa Sambikerep, Kecamatan Rejoso Kabupaten Nganjuk, Jawa timur yang menempati lahan relokasi 100 persen sudah mengambil uang yang sebelumnya diblokir oleh pihak bank dinganjuk.
Namun warga mengeluhkan karena hingga saat ini belum juga diterbitkannya sertifikat atas tanah dan bangunan yang ditempatinya. Sementara pemblokiran uang warga itu dinilai melanggar hukum, baik pidana maupun perdata. Sebab warga terdampak bukan tersangka dalam perkara hukum.
55 warga Dusun Kedungnoyo, Desa Tritik, Kecamatan Rejoso, Kabupaten Nganjuk, melalui kepala desanya mengeluh atas janji-janji pemerintah yang akan menerbitkan sertifikat tanah dan bangunan yang ditempatinya di tanah relokasi dampak pembangunan Bendungan Semantok.
Menurut Hartoyo, Kepala Desa Tritik, bahwa uang warganya diblokir milliaran rupiah di Bank Rakyat Indonesia Cabang Nganjuk untuk jaminan pembelian dan sertifikasi tanah dan bangunan relokasi yang ditempatinya.
Baca Juga : Tenggelam di Sungai Warga Bandulan ditemukan Meninggal
“ Namun, hingga kini janji 6 bulan itu terlewati, dan sertifikat juga belum ada, “ucap Hartoyo, Kades Tritik kepada awak media portaljtv.com, Kamis (16/3/23)
Hartoyo menambahkan, dari sebanyak 120 warga terdampak yang terbagi dari 55 warga Dusun Kedungnoyo dan 52 warga Dusun Kedungpingit, Desa Sambikerep sudah mengambil seluruh uangnya di bank dan belum juga menerima sertifikat sesuai janji pemerintah.
Sementara menurut praktisi hukum Dr. Wahju Prijo Djatmiko, bahwa pemblokiran uang warga merupakan pelanggaran hukum baik pidana maupun perdata, sebab warga terdampak semantok bukanlah warga yang terjerat kasus hukum yang rekening banknya harus diblokir.
Baca Juga : Pasca Tewasnya Penghuni Rumah Warga Malang, Tim Gabungan Bersihkan Sisa Longsoran
“ Pemblokiran rekening milik nasabah harus seijin dari pimpinan Bank Indonesia, jika tak mendapatakn ijin maka ada potensi pelanggaran hukum yang dilakukan oleh oknum yang memblokir dan pihak bank itu sendiri, “ujar Dr. Wahju Prijo Djatmiko
Sebelumnya, masyarakat digegerkan dengan sejumlah kasus pemblokiran rekening nasabah. Pemblokiran dan/atau pembebanan sita atas suatu rekening atau simpanan atas nama seseorang maupun badan memang erat kaitannya dengan rahasia nasabah.
Dalam ranah pidana, pada dasarnya pemblokiran dapat dilakukan sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku tanpa memerlukan izin dari Pimpinan Bank Indonesia apabila nasabah pemilik rekening telah dinyatakan sebagai tersangka atau terdakwa oleh polisi, jaksa, atau hakim sebagaimana diatur pada Pasal 12 ayat (1) Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor: 2/ 19 /PBI/2000 Tentang Persyaratan dan Tata Cara Pemberian Perintah atau Izin Tertulis Membuka Rahasia Bank. Norma hukum di atas senafas dengan Pasal 29 ayat (4) UU No. 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang pada pokoknya hanya penyidik, penuntut umum, atau hakim dapat meminta kepada bank untuk memblokir rekening simpanan milik tersangka atau terdakwa yang diduga hasil dari korupsi.
Baca Juga : Ular Piton Sepanjang 4,5 Meter Ditangkap Warga
Adapun dilihat dari kacamata perdata, apabila pemblokiran atas dasar kesepakatan maka pemblokiran rekening tersebut berkonsekuensi tidak melanggar hukum sebagaimana Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata), supaya terjadi persetujuan yang sah, perlu dipenuhi empat syarat yakni kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya, kecakapan untuk membuat suatu perikatan, suatu pokok persoalan tertentu dan suatu sebab yang tidak terlarang.
Hal ini berbeda apabila tidak adanya persetujuan dan kuasa dari nasabah, maka pemblokiran rekening secara sepihak berkonsekuensi melanggar hukum sebagaimana Pasal 1365 KUHPerdata, bahwa setiap perbuatan yang melawan hukum yang membawa kerugian kepada orang lain menyebabkan orang karena salahnya menerbitkan kerugian mengganti kerugian tersebut.
Apabila Bank memblokir tanpa sepengetahuan dan kuasa nasabah, maka Bank patut diduga telah melakukan perbuatan pidana karena menyimpang dari ketentuan Pasal 50 Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan yang menegaskan bahwasannya pihak terafiliasi (anggota Dewan Komisaris, pengawas, Direksi atau kuasanya, pejabat, atau karyawan bank, dan yang lainnya) yang dengan sengaja tidak melaksanakan langkah-langkah yang diperlukan untuk memastikan ketaatan bank terhadap ketentuan dalam Undang-undang ini dan peraturan perundang-undangan lainnya yang berlaku bagi bank, diancam dengan pidana penjara sekurang-kurang 3 (tiga) tahun dan paling lama 8 (delapan) tahun serta denda sekurang-kurangnya Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) dan paling banyak Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah).
Baca Juga : Keluhkan Sertifikat, Pemblokiran Dana Melanggar Hukum
Reporter: Achmad Syarwani
Editor: Vita Ningrum