Penambahan jumlah kementerian di era kepemimpinan Prabowo Subianto sebagai presiden terpilih Indonesia telah menjadi perhatian dan topik hangat di kalangan masyarakat serta pengamat politik. Kebijakan ini dipandang sebagai upaya untuk mengoptimalkan pemerintahan dalam menghadapi semakin kompleksnya tantangan, sekaligus membuka ruang diskusi lebih luas mengenai efisiensi dan efektivitas birokrasi di Indonesia. Dengan bertambahnya jumlah kementerian, harapannya berbagai isu yang dihadapi masyarakat dapat ditangani dengan lebih cepat dan tepat.
Namun, di balik niat baik tersebut, terdapat sejumlah tantangan yang perlu diperhatikan. Kementerian dalam ranah pemerintahan memiliki peran vital dalam menjalankan kebijakan yang berfokus pada pembangunan negara. Dengan bertambahnya jumlah kementerian, Prabowo dituntut untuk menciptakan fokus yang lebih besar terhadap isu-isu krusial, terutama yang berkaitan dengan pertahanan dan keamanan. Di tengah ketidakpastian politik global, isu pertahanan semakin penting. Namun, penambahan kementerian ini juga menimbulkan pertanyaan mengenai seberapa efektif kementerian baru ini dalam bekerja, serta apakah kebijakan tersebut benar-benar akan memenuhi kebutuhan masyarakat.
Di satu sisi, penambahan kementerian bisa menjadi langkah untuk memberikan fokus yang lebih mendalam pada bidang-bidang tertentu sehingga tiap kementerian dapat menghasilkan kebijakan yang lebih inovatif dan relevan. Namun, tantangan utama yang muncul adalah koordinasi antar kementerian yang semakin kompleks. Semakin banyak kementerian, semakin besar pula potensi tumpang tindih kebijakan dan anggaran. Jika tidak dikelola dan diawasi dengan baik, hal ini bisa mengakibatkan ketidakefektifan.
Selain itu, aspek anggaran juga harus diperhatikan. Bertambahnya kementerian berarti bertambahnya anggaran operasional. Dalam kondisi ekonomi yang belum sepenuhnya pulih pasca pandemi, pemerintah perlu mempertimbangkan secara matang apakah alokasi anggaran untuk kementerian-kementerian baru ini sepadan dengan hasil yang diharapkan atau justru akan menjadi beban bagi keuangan negara. Transparansi dalam pengelolaan anggaran akan sangat penting untuk menjaga kepercayaan publik.
Di sisi lain, kebijakan ini juga dapat memunculkan persepsi negatif di kalangan masyarakat. Banyak yang khawatir bahwa penambahan kementerian ini tidak akan membawa manfaat nyata, melainkan hanya sekadar mengisi posisi strategis dengan pihak yang dekat dengan kekuasaan ketimbang mereka yang memiliki keahlian di bidangnya. Jika hal ini terjadi, maka kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah bisa terganggu. Oleh karena itu, penting bagi Prabowo dan pemerintahannya untuk menunjukkan bahwa keputusan ini diambil berdasarkan pertimbangan yang objektif demi kepentingan seluruh rakyat Indonesia, bukan sekadar untuk kepentingan politik tertentu.
Ada pula tantangan dalam hal penyediaan sumber daya manusia (SDM). Dengan adanya kementerian baru, dibutuhkan SDM yang berkualitas dan terlatih untuk mengisi posisi-posisi strategis tersebut. Tantangan ini tidak hanya mencakup perekrutan, namun juga bagaimana kementerian-kementerian tersebut dapat bekerja sama secara efektif. Semakin banyak kementerian, semakin besar pula potensi terjadinya tumpang tindih kebijakan yang dapat menjadi bumerang apabila tidak dikelola dengan baik. Efisiensi dalam pemerintahan bukan hanya soal jumlah kementerian, tetapi juga bagaimana kementerian-kementerian tersebut dapat berkolaborasi dalam mencapai tujuan bersama. Kolaborasi yang efektif antar kementerian adalah kunci untuk memastikan setiap program dan kebijakan berjalan harmonis sesuai harapan.
Aspek komunikasi juga sangat diperlukan dalam mensukseskan kebijakan ini. Pemerintah perlu membangun komunikasi yang baik dengan masyarakat agar tujuan dan manfaat dari penambahan kementerian dapat dipahami. Tanpa adanya komunikasi yang jelas, masyarakat cenderung skeptis dan melihat langkah ini sebagai kebijakan yang tidak perlu. Edukasi publik mengenai peran dan fungsi masing-masing kementerian perlu dilakukan, agar masyarakat tidak hanya menjadi penonton tetapi juga dapat terlibat aktif dalam pengawasan dan evaluasi kebijakan.
Pada akhirnya, penambahan kementerian di era pemerintahan Presiden Prabowo Subianto ini adalah bagian dari dinamika politik dan pemerintahan di Indonesia, serta refleksi dari upaya pemerintah dalam menjawab tantangan-tantangan yang ada. Namun, setiap tantangan tersebut harus ditanggapi dengan cermat. Setiap langkah yang diambil perlu dipertimbangkan dengan matang, dengan menimbang dampak jangka panjang bagi bangsa. Pemerintah harus siap untuk beradaptasi dan mengevaluasi setiap kebijakan yang diambil agar tetap produktif dan relevan dalam melayani kebutuhan rakyat. (*)
*) Innama Wahyunarni, mahasiswa Administrasi Publik UNESA yang gak bisa jauh-jauh dari kopi dan dengerin lagunya James Arthur sambil main video games.
Editor : Iwan Iwe