SURABAYA - Provinsi Jawa Timur menempati peringkat kedua kasus bullying tertinggi di Indonesia, menyikapi fakta itu, Paguyuban Sosial Marga Tionghoa Indonesia (PSMTI) Kota Surabaya bersama SMAN 20 Surabaya, Komnas Perlindungan Anak Jawa Timur dan Biro Psikolog Soulusi menggelar seminar anti-bullying di SMA Negeri 20 Surabaya, Jumat (15/8/2025).
Kegiatan ini bertujuan membangun karakter dan kesadaran generasi muda agar terhindar dari perilaku perundungan, baik sebagai korban maupun pelaku.
Sekretaris PSMTI Surabaya, Mahendra Suhartono, menjelaskan bahwa program ini sejalan dengan visi misi dari Ketua PSMTI Surabaya yang ingin mendorong anak muda berkembang secara positif, baik dari segi karakter, psikologis, maupun integritas.
“Permasalahan anak muda saat ini, terutama di lingkungan sekolah, salah satunya adalah bullying. Apalagi di media sosial, banyak kasus yang bahkan berujung tragis hingga korban bunuh diri. Ini yang sangat kami sayangkan,” ujar Mahendra usai seminar yang bertajuk Membangun Generasi Tangguh: Menghadapi Bullying dan Tantangan Sosial di Era Digital.
Baca Juga : Siswi SMP di Blitar Jadi Korban Bullying, Diduga Bermotif Asmara
Menurutnya, salah satu fokus utama seminar adalah memberikan pemahaman batasan jelas antara bercanda dan bullying.
“Kalau bercanda itu tidak ada yang tersakiti, Tapi kalau sudah memukul, menampar, atau menjambak hingga menyakiti, itu sudah masuk kategori bullying,” tegasnya.
Mahendra juga menyoroti pengaruh media sosial sebagai salah satu pemicu perilaku bullying di kalangan pelajar. Konten-konten viral, terutama di platform seperti TikTok, kerap ditiru tanpa memahami dampak negatifnya.
Baca Juga : Apa Itu Bullying? Dampak dan Bentuk Serta Cara Antisipasinya
Pihak PSMTI Surabaya mengucapkan terima kasih kepada Kepala SMA Negeri 20 Surabaya yang telah mendukung penuh kegiatan ini.
“Harapan kami, para siswa yang akan menjadi penerus bangsa bisa terus berkembang, bebas dari bullying, dan menjadi generasi yang kuat secara mental,” pungkas Mahendra.
Kegiatan ini turut menghadirkan narasumber dari Komnas Perlindungan Anak Jawa Timur Febri Kurniawan Pikulun, Komnas PA Kota Surabaya Syaeful Bahri, Psikolog Solusi Elgi Selis Setiana, dan Dosen Unesa Rendy Airlangga.
Baca Juga : Aplikasi Keren Cegah Bully di Sekolah
Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) Jawa Timur mencatat provinsi Jawa Timur menempati posisi kedua kasus bullying tertinggi di Indonesia. Ketua Komnas PA Jawa Timur, Febri Roni Pikulun, menyebut bahwa perilaku perundungan kini tidak hanya terjadi di sekolah, melainkan juga di lingkungan pergaulan bahkan dalam lingkup keluarga.
"Indonesia merupakan negara dengan kasus bullying di sekolah tertinggi di Asia. Di Jawa Timur sendiri, perilaku kekerasan ini merata dari Banyuwangi hingga ujung barat provinsi," jelasnya.
Menurut Febri, bentuk perundungan yang paling banyak terjadi saat ini adalah bullying nonverbal. Perkembangan teknologi dan maraknya penggunaan media sosial di kalangan anak-anak membuat perundungan beralih dari kekerasan fisik ke penghinaan, intimidasi, dan tekanan psikologis yang dilakukan secara daring.
Baca Juga : Cegah Bullying di Sekolah, Pemkot Surabaya Ciptakan Game Kebersamaan
"Media sosial seperti WhatsApp dan Instagram menjadi saluran utama. Tidak seperti tahun 80-an atau 90-an yang cenderung fisik, sekarang mayoritas kasus dilakukan secara online," jelasnya.
Meski kasusnya tinggi, banyak peristiwa bullying di Jawa Timur tidak terpublikasi. Hal ini, kata Febri, demi melindungi psikologis korban dan keluarganya. Komnas PA berencana melakukan evaluasi berkala setiap triwulan atau enam bulan untuk memetakan daerah dengan angka perundungan tertinggi.
Febri menegaskan, bullying sulit dihilangkan sepenuhnya. Namun, ia optimistis kasus dapat ditekan melalui kerja sama semua pihak, mulai dari pemerintah, sekolah, media, hingga masyarakat. "Yang penting ada tindakan tegas dan terukur bagi pelaku, perlindungan bagi korban, serta langkah pencegahan yang konsisten," tegasnya.
Baca Juga : Anak Artis Vincent Rompies Terseret Kasus Perundungan “Geng Tai”
Sementara itu Wakil Urusan Kesiswaan sekaligus Ketua Tim Pencegahan dan Penanggulangan Kekerasan (TP2K) SMAN 20 Kota Surabaya, Heri Susanto, menyebut seminar ini menjadi kesempatan berharga untuk memperluas wawasan siswa.
“Kami ingin anak-anak tahu cara menghadapi bullying dan tidak melakukan hal yang sama seperti pelaku. Tadi bahkan ada yang mulai terbuka bercerita, ini hal positif,” ujarnya.
Menurut Heri, TP2K di sekolahnya melibatkan guru, orang tua, komite sekolah, dan tim bimbingan konseling. Mereka rutin mengimbau siswa untuk melapor jika mengalami atau menyaksikan kekerasan.
“Kalau ada laporan, kami tindak lanjuti. Pernah tiga tahun lalu, seorang siswa baru menerima video call yang menjurus ke kejahatan. Laporan dari temannya membuat kasus cepat ditangani, dan korban kini sudah membaik,” jelasnya.
Ia menegaskan bahwa penanganan terhadap pelaku bullying dilakukan secara bertahap, dimulai dengan pembinaan. “Kalau pembinaan belum mengubah perilaku, kami libatkan orang tua. Harapannya, kerja sama intens ini bisa mencegah kasus berulang,” kata Heri.
Melalui kegiatan seperti seminar ini, pihak sekolah berharap siswa semakin sadar akan dampak buruk bullying dan berani melapor, sehingga tercipta lingkungan belajar yang aman, inklusif, dan saling menghargai.
menurut Narasumber Psikolog Soulusi, Elgi Selis Setiana, M.Psi., Psikolog, Bullying bukan sekadar masalah anak-anak, ini adalah pelanggaran hak asasi yang meninggalkan luka jangka panjang, baik secara fisik maupun psikologis.
"Lingkungan sekolah, rumah, dan dunia digital harus menjadi ruang aman, bukan ladang kekerasan. Menghentikan bullying bukan hanya tugas korban atau sekolah, tetapi tanggung jawab kita semua sebagai masyarakat," ungkapnya.
Elgi mengungkapkan, banyak siswa tahu bullying adalah tindakan yang salah, dan bahkan sebagian besar dari mereka pernah menjadi korban.
"Fakta ini menunjukkan bahwa kesadaran saja belum cukup, diperlukan langkah nyata untuk membangun keberanian, solidaritas, dan keterampilan menghadapi bullying agar mereka tidak lagi menjadi korban maupun pelaku," tambahnya.
sementara itu Rendy Airlangga, S.H., M.H. Dosen FH Unesa yang menjadi salah satu narasumber menerangkan setiap orang memiliki kepentingan hukum yang harus dilindungi, terdapat 5 hal berkaitan dengan kepentingan hukum, yakni Nyawa, Badan, Harta Benda, Harkat dan Martabat, serta Kemerdekaan.
"tindakan bullying erat kaitannya dengan kepentingan hukum tersebut, oleh kerenanya perlu untuk memberhentikan perilaku bullying dan melindungi korban bullying," tegasnya.
Rendy menambahkan, seminar ini merupakan langkah yang baik karena sebagai bentuk upaya pencegahan dan perlindungan dini. "Stop bullying," tekannya. (*)
Editor : M Fakhrurrozi