Debat publik adalah salah satu momen penting dalam rangkaian Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada). Pasangan calon (paslon) dapat memaparkan visi, misi, dan program kerja di hadapan masyarakat.
Di sisi lain, debat publik juga dapat menjadi kesempatan bagi masyarakat untuk melihat langsung kualitas calon pemimpin yang akan memimpin daerah mereka.
Namun, tak jarang kita melihat paslon yang tampak marah-marah saat debat berlangsung Entah karena merasa tersudut atau mungkin sebagai strategi. Apakah gaya marah-marah ini efektif untuk menarik simpati pemilih?
Marah adalah emosi manusiawi, tetapi dalam konteks debat publik ada standar etika dan profesionalisme yang harus dijaga. Tindakan marah-marah, apalagi di depan umum dapat meninggalkan kesan negatif pada masyarakat.
Baca Juga : Hadir di Wayahe Fest 1 kh Abdul Muqit Arief dukung Paslon 01 Pilkada Jember
Pemimpin seharusnya mampu mengendalikan emosi. Jika debat yang seharusnya menjadi ruang diskusi justru dipenuhi dengan amarah, hal ini dapat menimbulkan keraguan di kalangan masyarakat.
Di era media sosial saat ini, sikap marah-marah juga lebih mudah viral dan membentuk persepsi publik yang lebih luas. Pemimpin yang mudah tersulut emosi cenderung dinilai kurang bijak dan kurang mampu menangani tekanan.
Tekanan selama kampanye memang sangatlah berat, terutama ketika debat menjadi ajang kritik yang tajam. Tekanan ini dapat membuat paslon lebih rentan terhadap emosi. Namun, seorang pemimpin yang baik diharapkan mampu mengelola ketegangan tanpa harus meluapkan emosi.
Baca Juga : Debat Pilkada: Ruang Adu Gagasan atau Ajang Emosi?
Mungkin saja, ada paslon yang sengaja tampil “galak” untuk menciptakan kesan “tegas”. Di zaman sekarang, masyarakat sudah lebih pintar menilai mana yang sekadar gimmick dan mana yang benar-benar mencerminkan kualitas kepemimpinan.
Pemilih cenderung lebih menyukai pemimpin yang tenang, fokus pada solusi, dan mampu mengendalikan emosi. Oleh karena itu, kita sebagai pemilih harus lebih selektif dalam memilih pemimpin yang dapat mengelola emosi dan bersikap bijak.
Pilkada bukan sekadar ajang untuk memenangkan debat, tetapi tentang memilih siapa yang benar-benar siap memimpin daerah dengan kepala dingin dan kematangan emosi.
Baca Juga : Ketua Bawaslu RI Sebut Pentingnya Pendidikan Politik agar Terhindar dari Hoaks Pilkada
Mari kita bijak memilih pemimpin yang berkarakter kuat dan tangguh dalam menghadapi situasi tanpa harus meluapkan emosi.
*) Evril Stefie, mahasiswi yang suka makan tengah malam dan dengerin playlist Whisnu Santika. Ingin menjadi diplomat biar berkontribusi untuk Indonesia.
Baca Juga : KPU Jawa Timur Percepat Distribusi dan Pencetakan Surat Suara untuk Pilkada dan Pilgub
**) Penulis adalah salah satu peserta magang JTV Digital periode September-Desember 2024
Editor : A.M Azany