Seorang kawan mengunggah status di akun facebooknya setelah Analog Switch Off (ASO) mulai dijalankan di wilayah Jatim 1 pada 20 Desember 2022. Dia mengaku tidak merasa kehilangan dan tidak peduli televisi analog dimatikan.
Ada tiga alasan mengapa kawan saya bersikap demikian. Pertama, dia jarang menonton televisi kecuali siaran sepak bola. Kedua, kalaupun menonton sepak bola, dia memilih menyaksikan melalui steaming aplikasi. Terakhir, dia menonton siaran streaming melalui laptop.
Apa yang dirasakan kawan saya tadi tidak mengherankan. Penetrasi televisi saat ini terus mengalami penurunan. Bahkan, media-media tradisional -televisi, koran, dan radio- sudah dikategorikan sebagai sunset industry. Banyak dari mereka yang bertumbangan.
Penurunan yang dialami media tradisional ini bisa dipahami. Pola konsumsi media di era digital sudah sangat berbeda. Saat media tradisional masih berjaya, pola konsumsinya hanya satu arah. Audience hanya menerima informasi apapun yang disediakan media. Audience juga tidak mudah memberikan feedback kepada media. Hal itu terjadi karena audience tidak memiliki banyak pilihan selain mengonsumsi media-media itu.
Ketika era digital mulai datang, ditandai dengan kehadiran internet dan media sosial, pola konsumsi berubah. Audience kini memiliki banyak pilihan. Tak hanya itu, audience juga bermedia. Mereka memiliki kapabilitas membuat konten yang sebelumnya dimonopoli media. Lebih gilanya lagi, audience juga bisa mendatangkan revenue sehingga menggerus pendapatan media.
Tiba-tiba dunia berubah. Media tak bisa seenaknya membuat konten karena audience memiliki kekuatan yang sama dengan media. Media harus bersaing tak hanya dengan sesama media namun juga dengan audience. Pada akhirnya, daya tawar media mengalami penurunan.
Bisa dikatakan, kekuatan ada di tangan audience. Mereka bisa berpindah dengan cepat hanya dengan kekuatan jari jemarinya. Jika media sudah dianggap tidak relevan, audience akan gampang mengucapkan salam perpisahan.
Adaptasi atau Mati
Hidup seringkali tidak seperti yang kita inginkan. Bagi orang-orang yang senang berada di zona nyaman, kondisi ini tentu membikin pusing. Kegagapan orang-orang media yang pernah merasakan masa jaya dan kini harus berdarah-darah membuat mereka goncang. Banyak media tradisional yang tidak bisa mengimbangi kecepatan era digital yang menuntut inovasi. Pada akhirnya sebagian memilih mati karena tidak mau berinovasi dan adaptasi.
Teori evolusi mengajarkan kita siapa yang paling kuat, dia yang akan bertahan. Untuk menjadi kuat dibutuhkan salah satunya kemampuan beradaptasi.
Media tradisional harus cepat beradaptasi. Relevansi adalah kata kunci. Media tidak boleh lagi menjadikan media utamanya sebagai satu-satunya barang dagangan. Konvergensi media merupakan keniscayaan.
Saya selalu percaya media yang bisa beradaptasi adalah media yang memiliki banyak kaki. Dengan banyak kaki, media bisa berlari dengan lincah. Jika satu kaki lemah, kaki-kaki lain tetap bisa menopang. Dan kaki yang saya maksud adalah platform.
Saat Google dan Facebook pertama hadir, mereka hanya fokus membuat platform dengan fitur-fitur menarik yang dibutuhkan dan disukai audience. Saking menariknya, miliaran audience rela menjadi user. Saat miliaran audience bisa dikonversi menjadi user yang loyal, mereka mulai memikirkan monetisasi.
Strategi dua raksasa tadi bisa ditiru. Media harus membuat dan hadir di platform yang disukai dan dibutuhkan audience. Platform-platform ini harus bisa menjangkau semua audience dengan mudah. Media tradisional harus bisa menemukan jawaban atas pertanyaan mengapa audience musti bertahan mengonsumsi media-media itu.
Stasiun televisi tidak boleh hanya fokus di platform televisinya. Begitu juga dengan koran dan radio.
Media sosial (Instagram, Facebook, Twitter, Tiktok, Youtube, Telegram, hingga Linkedin) dan media online bisa dipakai untuk meluaskan jangkauan. Semakin banyak platform, semakin besar peluang audience menjangkau media tersebut. Tentu dibutuhkan kerja keras karena hadir di semua plaform bukan sekadar membuat akun. Media harus bisa memproduksi konten-konten yang disesuaikan dengan karakteristik masing-masing platform.
Kelahiran Portal JTV
Sadar akan pentingnya konvergensi media, JTV membuat situs berita dengan alamat www.portaljtv.com. Situs ini menyajikan berita-berita khas JTV yang disukai audience di Jawa Timur.
JTV pernah membuat portal berita bernama pojokpitu.com. Dalam perjalanannya, JTV memutuskan menghentikannya. Langkah ini bukan berarti JTV menganggap portal berita tidak penting. Namun JTV berusaha memperkuat soliditas internal. Tujuannya agar di masa mendatang, JTV bisa menyajikan portal berita yang lebih bisa menjawab tantangan di era digital.
Di antara jumlah puluhan ribu portal berita yang telah dulu eksis, langkah JTV meluncurkan portal berita bisa jadi dianggap terlambat oleh sebagian orang. Namun bagi saya, tidak ada kata terlambat untuk sebuah inovasi. Langkah ini memang harus ditempuh agar JTV semakin adaptif menghadapi era digital. Portal JTV adalah upaya JTV selalu relevan dengan audience.
Disrupsi media harus dilawan dengan inovasi. Media tradisional sudah terlalu sering “bertahan” namun lupa kapan harus “menyerang”. Kini saatnya JTV “menyerang” melalui Portal JTV. Hal ini dilakukan tanpa melupakan siaran televisinya sebagai backbone.
Melihat Portal JTV tidak bisa dipisahkan dari JTV. Dua jenis media ini adalah satu kesatuan utuh. Begitu juga dengan platform media sosialnya. Kini, JTV bukan hanya siaran yang muncul dari layar kaca, namun juga konten yang hadir di banyak platform media.
Selanjutnya Apa?
Portal JTV dibuat dengan semangat jika jurnalisme yang baik harus selalu dijaga. Banyak cibiran dari masyarakat yang dialamatkan kepada media-media online. Memang, banyak media online yang tidak memenuhi kode etik jurnalistik dalam pemberitaannya. Mereka hanya mengejar traffic untuk mendapatkan cuan. Alhasil, banyak berita sampah yang tidak mencerdaskan masyarakat.
Tentu saja portal ini tidak diciptakan sebagai media yang menjadikan traffic sebagai Tuhan. Portal JTV menolak menjadi bagian dari kumpulan media sampah. Portal JTV akan selalu menyajikan berita-berita kredibel dengan kode etik jurnalistik yang selalu dipegang.
9 Januari 2023 dipilih sebagai tanggal resmi Portal JTV diluncurkan. Kehadiran portal ini memang belum sempurna. Namun, Portal JTV akan terus menyempurnakannya dengan membuat pondasi yang kuat dan solid. Pondasi yang selama ini telah diletakkan dan ditanam JTV di hati masyarakat Jawa Timur. (*)
*) Iwan Iwe, Head of Multimedia Portal JTV