Insiden tragis baru-baru ini menimpa Muhammad Tirza Nugroho Hermawan (21), seorang mahasiswa dari Kecamatan Donorojo, Kabupaten Jepara, Jawa Tengah, yang ditemukan meninggal dunia di depan SPBU Kelud Kota Semarang pada Selasa (17/9/2024). Kapolrestabes Semarang, Kombes Irwan Anwar, mengonfirmasi bahwa korban diduga tewas akibat pembacokan. Tirza, yang sedang menempuh pendidikan di salah satu universitas swasta di Semarang, menjadi korban serangan oleh sekelompok gangster yang dikenal sebagai "kreak," atau kelompok remaja yang sering berbuat kekerasan di jalanan.
Apa Itu “Kreak”?
Kreak adalah istilah yang berasal dari gabungan kata "kere" (bahasa Jawa untuk "miskin") dan "mayak" (istilah untuk perilaku norak atau sok jagoan). Istilah ini merujuk pada kelompok remaja di Semarang yang terkenal karena aksi tawuran dan kekerasan terhadap pengguna jalan. Keberadaan kreak menimbulkan ketakutan, terutama di kalangan mahasiswa, yang khawatir akan keselamatan mereka.
Tindakan Cepat dari Pihak Berwajib
Polisi telah menangkap enam orang yang diduga terlibat dalam aksi kekerasan kreak. Namun, banyak yang mempertanyakan apakah tindakan ini cukup untuk mencegah insiden serupa di masa mendatang. Untuk mengatasi ancaman yang berkelanjutan, polisi telah meningkatkan patroli di daerah rawan seperti Kecamatan Tuntang, Ambarawa, dan Bandungan. Sayangnya, patroli ini belum mencakup daerah sekitar kampus yang juga rentan terhadap kekerasan kreak.
Kekhawatiran Mahasiswa di Semarang
Situasi ini berdampak besar pada mahasiswa, terutama yang tinggal di perantauan. Aktivitas mahasiswa menjadi terbatas, dan banyak yang merasa waswas keluar malam, bahkan untuk urusan akademik seperti tugas kelompok. Salah satu kampus negeri di Semarang bahkan mengimbau mahasiswanya untuk pulang sebelum pukul 21.00, meski kadang masih ada kebutuhan belajar di kampus. Keamanan yang tidak terjamin ini mempersulit kehidupan mahasiswa dari luar kota, yang tidak memiliki opsi lain selain tinggal di sekitar kampus.
Berita hoaks yang tersebar lewat WhatsApp juga memperburuk kecemasan mahasiswa, terutama mereka yang memiliki kendaraan dengan plat nomor berhuruf "K." Kabar bohong yang menyatakan bahwa kreak mengincar kendaraan berplat "K" menciptakan ketakutan yang tidak perlu. Situasi ini menuntut pihak berwajib untuk bergerak cepat dalam menangkap anggota kelompok gangster ini dan memberikan bimbingan agar insiden serupa tidak terulang.
Faktor Munculnya “Kreak”
Terdapat beberapa faktor yang mendorong terbentuknya kelompok seperti kreak. Pertama, faktor ekonomi yang menyebabkan frustrasi dan mendorong mereka mencari pelarian melalui kelompok gangster. Kedua, pengaruh lingkungan, di mana mereka merasa terdorong untuk mendapat status sosial dengan bergabung bersama teman-teman yang memiliki perilaku serupa. Ketiga, pencarian jati diri yang salah arah. Keempat, pengaruh negatif media sosial dan game kekerasan yang membuat mereka menganggap perilaku tersebut normal. Terakhir, kurangnya pendidikan moral dan agama yang semestinya diajarkan di rumah dan sekolah.
Upaya Mengatasi Ancaman “Kreak”
Penanganan masalah kreak memerlukan kerjasama dari berbagai pihak: pihak berwajib, orang tua, dan masyarakat. Orang tua perlu lebih memperhatikan pendidikan dan perilaku anak sejak dini, meskipun kendala ekonomi sering menjadi tantangan. Pemerintah dapat berperan dengan menyediakan bantuan ekonomi atau beasiswa bagi keluarga yang kurang mampu. Selain itu, dukungan dalam bentuk pelatihan kerja atau bantuan usaha kecil juga dapat membantu mengurangi tekanan ekonomi yang dialami keluarga.
Pengawasan orang tua terhadap penggunaan gadget oleh anak-anak juga penting. Orang tua harus memantau konten yang ditonton oleh anak-anak mereka dan memastikan mereka tidak terpapar konten yang dapat mendorong perilaku negatif.
Dengan upaya bersama, diharapkan kekhawatiran masyarakat, terutama mahasiswa di Semarang, dapat berkurang dan keamanan di lingkungan sekitar kampus bisa terjaga. (*)