SURABAYA - Pihak SMP Katolik Angelus Custos Surabaya membeberkan kronologi lengkap peristiwa meninggalnya Steven Sukha Hariyadi, siswa kelas IX yang tewas tersengat listrik di rooftop SMA Katolik Frateran Surabaya. Melalui bukti rekaman CCTV dan penjelasan kuasa hukum sekolah pada Sabtu (10/5), pihak sekolah menegaskan bahwa kejadian tragis ini terjadi di luar pengawasan resmi sekolah dan tanpa izin.
Peristiwa nahas tersebut terjadi pada 28 Maret 2025, bertepatan dengan hari libur Nyepi. Berdasarkan rekaman CCTV, Steven dan lima temannya terekam berada di rooftop lantai empat SMA Katolik Frateran. Lokasi tersebut secara aturan hanya bisa diakses oleh siswa SMA dan dengan izin resmi dari pihak sekolah.
Dalam video yang ditunjukkan kepada media, terlihat Steven dan teman-temannya sedang melakukan gerakan seperti latihan menari. Tak lama, Steven mencoba melompati pagar pembatas menuju area blower AC. Setelah gagal pada percobaan pertama, Steven mencoba lagi melewati pagar yang lebih rendah. Ia berhasil masuk ke area blower AC. Namun karena tidak mengenakan alas kaki, Steven menginjak kabel yang basah akibat hujan. Kondisi tersebut menyebabkan sengatan listrik yang langsung membuat tubuhnya ambruk.
Kuasa hukum sekolah, Dr. Kpha Tjandra Sridjaja, menyatakan bahwa berdasarkan rekaman CCTV dan bukti-bukti yang telah dikumpulkan, insiden yang menewaskan Steven murni merupakan kecelakaan akibat kelalaian pribadi.
Baca Juga : Perbaiki Instalasi Rumah, Lansia di Probolinggo Tewas Tersengat Listrik
"Dari rekaman CCTV dan bukti yang ada, kami tidak menemukan unsur pidana dalam kejadian ini. Ini semua betul-betul kecelakaan. Kalau boleh saya katakan, ini adalah kelalaian dari korban sendiri," ujar Dr. Tjandra.
Dr Tjandra menjelaskan bahwa pada saat kejadian, tidak ada kegiatan belajar mengajar di sekolah karena libur. Tidak ada guru atau petugas sekolah yang berjaga di area tersebut. Selain itu, akses yang digunakan oleh Steven dan teman-temannya bukanlah gerbang utama, melainkan pintu belakang asrama SMA yang tidak dijaga oleh petugas keamanan.
Lebih lanjut, pihak sekolah mengungkapkan bahwa pada 24 Maret, Steven sempat meminta izin untuk mengerjakan ujian praktik PJOK di rumah temannya. Namun guru menyarankan agar dilakukan di sekolah. Hingga 27 Maret, Steven belum juga mengerjakan tugas tersebut. Lalu pada 28 Maret, ia datang bersama teman-temannya tanpa pemberitahuan untuk menyelesaikan tugasnya di rooftop hingga mengalami insiden yang merenggut nyawanya.
Terlepas dari kronologi dan kesalahan prosedur yang dilakukan siswa, pihak sekolah menyatakan tetap beritikad baik dengan mencoba menjalin komunikasi dengan keluarga korban. Namun, beberapa kali permintaan pertemuan tidak direspons. Baru pada 9 Mei malam, keluarga korban memberi kabar bahwa mereka bersedia bertemu pada 13 Mei 2025 mendatang. (*)
Editor : A. Ramadhan