KOTA PROBOLINGGO - Peran perempuan dalam pilkada merupakan hal fundamental sebagai paramater demokrasi inklusif. Inklusifitas demokrasi dapat diukur dari peran aktif perempuan dalam kontestasi politik terutama Pilkada.
Meskipun perempuan telah memiliki hak untuk berpartisipasi dalam politik, namun ada tantangan yang harus dihadapi untuk mencapai representasi yang adil dan setara. Hal ini disebabkan oleh faktor, seperti budaya patriarki dan stereotip gender yang masih mengakar kuat di masyarakat. Sehingga berdampak minimnya representasi perempuan dalam ruang politik.
Budaya patriarki menempatkan hegemoni laki-laki terhadap perempuan sehingga perempuan berada pada kondisi tidak memiliki kesempatan setara untuk berpartisipasi dalam dunia politik. Mereka seringkali hanya diberikan peran domestik yang hanya mengurus rumah tangga.
Hal ini membuat representasi perempuan dalam peran politik sangat minim yang menurut Perdana (et.al 2017) disebabkan masih kuatnya budaya patriarki di masyarakat yang melihat pemimpin adalah laki-laki.
Perlahan tapi pasti, kesadaran pentingnya partisipasi politik perempuan semakin meningkat. Para perempuan mulai menyadari tentang potensi dan kualifikasi yang sama dengan laki-laki untuk berperan dalam politik.
Keberagaman gender dalam politik dapat membawa dampak positif bagi pembangunan. Sehingga hal ini mendorong peran perempuan dalam proses politik, termasuk dalam Pilkada.
Fenomena menarik terjadi dalam Pilkada Serentak tahun 2024 di Jatim. Provinsi dengan jumlah penduduk 41.814.500 jiwa dan DPT sebesar 31.280.418 pemilih ini diikuti oleh seluruh Calon Gubernur perempuan. Sementara wakil gubernur semuanya laki-laki.
Pasangan Calon Gubernur dan Wakil Gubernur Jatim adalah Luluk Nur Hamidah dengan Lukman Hakim, Khofifah Indar Parawansa dengan Emil Elistianto Darnak, dan Tri Rismaharini dengan Zahrul Azhar Asumta. Ketiga Calon Gubernur ini memiliki rekam jejak prestasi politik yang baik dalam kancah politik nasional. Dan bisa dipastikan yang menjadi Gubernur nanti adalah perempuan.
Fenomena langka ini kali pertama terjadi dalam sejarah pilkada di Indonesia. Ini menandakan demokrasi di Jawa timur sangat inklusif. Stigma adanya budaya patriarki dan stereotip gender mengalami pergeseran. Menandakan pula politik masyarakat Jawa Timur sangat cerdas dan rasional.
Dan yang tidak kalah pentingnya adalah bukti bahwa politik Jawa Timur ramah gender. Dimana realitas politik Jawa Timur menerima kepemimpinan perempuan secara terbuka. Kepemimpinan perempuan dianggap lebih manusiawi dan responsif terhadap isu-isu yang berkaitan dengan perempuan dan anak-anak, kesehatan, pendidikan, dan kesejahteraan sosial. Tidak hanya semata representasi politik, tetapi juga pada kebijakan yang dihasilkan.
Karena itu, ikhtiar yang perlu dilakukan adalah terus mendorong peran perempuan dalam politik dengan cara penguatan kapasitas perempuan dalam bidang politik, advokasi untuk kebijakan afirmatif, serta edukasi kepada masyarakat untuk menghapus stereotip dan diskriminasi terhadap perempuan. (*)
Editor : M Fakhrurrozi