SURABAYA - Hari Kartini mengingatkan kita pada semangat pembebasan, kemajuan, dan pembaruan. Semangat itu kini perlu diterjemahkan dalam konteks zaman yang semakin didorong oleh teknologi.
Di era digital, teknologi mengubah cara kita bekerja, berkomunikasi, dan berbisnis. Bersamaan dengan itu, terbuka pula peluang besar bagi perempuan untuk tampil sebagai penggerak perubahan. Inilah Kartini Digital, perempuan yang tak hanya cerdas secara intelektual, tapi juga aktif di ruang digital, hadir di berbagai sektor, dan memperluas pengaruh sosial lewat teknologi.
Kepemimpinan Perempuan adalah Kebutuhan Strategis
Topik kepemimpinan masih sering menyisakan keraguan terhadap kemampuan perempuan untuk memimpin. Padahal, kehadiran pemimpin perempuan bukan sekadar soal jumlah, melainkan kebutuhan strategis.
Dunia membutuhkan pemimpin yang inklusif, empatik, dan berpandangan jangka panjang, yaitu karakter yang banyak ditemukan dalam gaya kepemimpinan perempuan.
Di berbagai sektor seperti teknologi, politik, dan ekonomi, kontribusi perempuan terus tumbuh. Meski begitu, masih banyak ruang yang perlu dibuka agar mereka bisa benar-benar hadir sebagai penggerak utama perubahan.
Dalam hal ini, pendidikan memegang peran kunci. Bukan hanya sebagai sarana transfer ilmu, tetapi juga sebagai ruang untuk menumbuhkan kepercayaan diri dan keberanian perempuan dalam mengambil posisi strategis.
Terutama di bidang-bidang yang selama ini dianggap maskulin, seperti STEM (sains, teknologi, rekayasa, dan matematika). Ketika akses pendidikan diberikan secara setara, maka peluang perempuan untuk memimpin inovasi dan mengarahkan masa depan menjadi semakin terbuka lebar.
Inklusi Digital sebagai Jalan Menuju Kesetaraan
Jalan menuju kesetaraan dalam semangat Kartini Digital terbentang luas. Salah satu tantangan terbesar ada pada literasi digital. Ketimpangan akses dan pemahaman teknologi masih menjadi persoalan, terutama di wilayah yang jauh dari pusat perkembangan digital. Koneksi internet yang terbatas dan minimnya keterampilan digital membuat banyak perempuan belum bisa sepenuhnya ikut serta. Padahal, kemampuan digital kini bukan lagi pilihan, melainkan kebutuhan dasar.
Untuk itu, pendidikan perlu menjadi ruang yang benar-benar memberdayakan. Literasi digital sebaiknya diperkenalkan sejak dini, bukan hanya sebagai keterampilan teknis, tapi juga sebagai pola pikir.
Dengan bekal ini, perempuan mampu mengakses informasi, memecahkan persoalan, dan menjadi bagian dari perubahan. Perempuan yang paham dunia digital akan lebih siap menghadapi tantangan zaman serta menjaga nilai-nilai kemanusiaan di tengah derasnya arus informasi.
Teknologi Sebagai Alat Pemberdayaan
Teknologi membuka peluang luas bagi perempuan untuk memperluas cakrawala hidup mereka. Melalui akses digital, perempuan dapat mengembangkan usaha, menyuarakan hak-hak dasar, serta membangun jaringan sosial yang membantu mengatasi berbagai tantangan. Kita bisa melihat bagaimana banyak perempuan memanfaatkan platform digital untuk memimpin gerakan sosial, merancang aplikasi yang menjawab kebutuhan sehari-hari, atau menciptakan ruang belajar daring bagi komunitasnya.
Pemberdayaan tidak cukup hanya dengan akses teknologi. Diperlukan pendekatan menyeluruh mulai dari dukungan psikologis, pelatihan keterampilan, hingga perlindungan hukum dalam ruang digital. Pendidikan yang sensitif terhadap isu gender dan perkembangan teknologi menjadi kunci untuk membentuk masyarakat yang lebih adil, inklusif, dan setara.
Menjadi Kartini Digital di Abad 21
Kartini Digital adalah simbol perempuan yang tidak hanya berpikir maju, tapi juga bergerak maju. Ia memandang dunia digital sebagai ruang penuh potensi untuk menciptakan perubahan nyata.
Sosok ini hadir di berbagai lini, dari ruang daring, forum ilmiah, hingga barisan kepemimpinan masyarakat. Ia tidak menunggu ruang dibuka, melainkan menciptakan sendiri peluang bagi dirinya dan orang lain.
Sebagai laki-laki yang tumbuh dalam dunia pendidikan dan teknologi, saya meyakini bahwa perjuangan menuju kesetaraan gender bukan hanya urusan perempuan. Ini adalah tanggung jawab bersama. Masa depan yang adil dan setara di era digital hanya bisa terwujud jika setiap orang, tanpa kecuali, memiliki kesempatan yang sama untuk belajar, tumbuh, dan memimpin.
Hari Kartini bukan sekadar mengenang sejarah. Ini adalah panggilan untuk terus bergerak ke depan. Agar setiap perempuan, di mana pun berada, punya hak dan ruang untuk menjadi penggerak inovasi, pemimpin masa depan, dan pencipta perubahan. Dunia digital tak akan benar-benar maju tanpa perempuan, mereka adalah pemimpin, pencipta, sekaligus penentu arah masa depan.
*Supangat, Ph.D., ITIL., COBIT., CLA., CISA, Wakil Dekan I Fakultas Teknik Universitas 17 Agustus 1945 (Untag) Surabaya.
Editor : M Fakhrurrozi