SURABAYA - Sesuai dengan Catatan Hukum Tahun 2024 sebagai Refleksi Akhir Tahun di Bidang Hukum, Pengurus Wilayah (PW) Lembaga Penyuluhan dan Bantuan Hukum Nahdlatul Ulama (LPBH NU) Jawa Timur yang bertugas melaksanakan pendampingan, penyuluhan, konsultasi, dan kajian kebijakan hukum menilai wilayah Jawa Timur sepanjang tahun 2024 ini, terdapat banyak peristiwa hukum dengan dua kasus yang mengemuka, yakni judi online (judol) dan pinjaman online (pinjol).
Menanggapi hal tersebut, H. Sullamul Hadi, S.Ag., SH., MH selaku Ketua PW LPBH NU Jatim menegaskan bahwa masyarakat harus mengetahui dampak buruk judol dan pinjol. Ia mengaku PW LPBH NU Jatim akan melakukan upaya pencegahan untuk mengatasinya.
"Kami akan melakukan upaya pencegahan untuk mengatasi hal ini sesuai data yang telah menunjukkan bahwa peristiwa hukum di Jatim kebanyakan judol dan pinjol,” ujar Sullamul dalam konferensi pers di Kantor PW LPBH NU Jatim Surabaya, Selasa (24/12/2024).
“Saya berharap setelah adanya upaya ini, masyarakat akan melek tentang dampak buruk judol dan pinjol ini karena kita melihat ini sangat-sangat merugikan."
Baca Juga : Pelajar SMP Ciptakan Aplikasi Anti Pinjol
"Tidak hanya sekadar materi saja yang dirugikan, tetapi psikologi masyarakat ini menjadi sangat tidak terarah ketika judol dan pinjol ini kita biarkan,” tegasnya.
PW LPBH NU Jatim merekomendasikan upaya pencegahan berupa optimalisasi kewenangan pengawasan dan pembinaan oleh Kementerian Komunikasi Digital (KOMDIGI).
Hal tersebut berupa penutupan akses seluruh transaksi elektronik yang memiliki unsur pelanggaran dan pemberian sanksi pidana terhadap seluruh transaksi elektronik yang terdapat unsur pelanggaran hukum oleh penegak hukum pidana.
Baca Juga : OJK Imbau Masyarakat Hindari Pinjam Uang di Pinjol Ilegal
Selain itu, menurut PW LPBH NU Jatim, upaya ini juga perlu melibatkan lembaga-lembaga keagamaan, seperti pondok pesantren, tokoh-tokoh agama, dan para ulama, untuk memberikan pencerahan kepada masyarakat, terutama literasi tentang bahaya judol dan pinjol kepada anak-anak, remaja, hingga dewasa.
Sullamul juga mengungkapkan bahwa PW LPBH NU Jatim lebih menyoroti dua isu yakni Judol dan Pinjol ini tanpa menganggap yang lain tidak penting, namun karena kedua kasus itulah yang paling mengemuka di Jatim.
"Catatan hukum tersebut untuk mewujudkan sikap PW LPBH NU Jatim dalam amar ma’ruf nah munkar (kewajiban umat Islam untuk mengajak orang lain berbuat baik dan mencegah keburukan), sebagaimana diarahkan dalam Khittah NU,” imbuhnya.
Diketahui, berdasarkan data Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Republik (Kemenkopolhukam) pada tahun 2024, terdapat 8,8 juta warga masyarakat Indonesia menjadi pelaku judol dan sekitar 80 persen dari jumlah tersebut merupakan warga masyarakat bawah dan anak muda.
Menurut Sullamul, hal tersebut berarti judol senyatanya bukan merupakan sesuatu yang mahal karena dapat diakses dan dimainkan oleh masyarakat dengan kemampuan ekonomi menengah ke bawah, yakni dengan nilai transaksi di bawah Rp100 ribu per hari.
Kendati nilai transaksi Judol-nya kecil, tetapi jika dilakukan setiap hari oleh jutaan pelaku, maka jumlahnya sangat besar.
Selain itu, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) merilis data spesifik tentang jumlah pelaku judol terbanyak berdasarkan provinsi, kabupaten/kota dan kecamatan di seluruh Indonesia.
Data tersebut menempatkan Jawa Timur pada peringkat keempat tertinggi jumlah pelaku judol dengan nilai transaksi Rp1,051 triliun.
Selain peringkat keempat dalam judol, data yang dihimpun oleh Divisi Penelitian dan Pengembangan (Litbang) PW LPBH NU Jatim mencatat Jatim menduduki peringkat pertama (tertinggi) sebagai provinsi terbanyak jumlah perkara perjudian (konvensional) yang diputus pengadilan.
Pasalnya, dari 50 pengadilan negeri dengan jumlah perkara tertinggi yang terdata pada Direktori Putusan Mahkamah Agung dalam tahun 2011-2024, total perkara perjudian di Jatim berjumlah 12.277 perkara.
Berikutnya, terdapat Sumatra Utara 8.204 perkara, Jawa Tengah 2.842 perkara, Jawa Barat 1.321 perkara, Riau 1.301 perkara, Sumatra Barat 604 perkara, Banten 502 perkara, Bangka Belitung 484 perkara, Kalimnatan Barat 465 perkara, Bali 420 perkara, dan Jakarta 402 perkara.
Sullamul menilai besarnya jumlah perkara perjudian di wilayah Jatim tersebut menandakan sedang tidak baik-baik saja. Menurutnya, fakta tersebut membuat Jatim masuk dalam situasi darurat perjudian.
“Judol bukan hanya sebagai masalah hukum semata, tetapi juga merupakan bagian dari masalah sosial," imbunya.
"Ini karena Judol dan perjudian yang masif di Jatim tersebut dapat memengaruhi kesejahteraan dan kemaslahatan masyarakat, khususnya terkait keharmonisan keluarga yang terganggu hingga berujung pada perceraian dan keluarga berantakan (broken home),” katanya lagi.
Selain sebagai penyebab perceraian, perjudian juga dapat menjadi sebab meningkatnya utang-piutang di masyarakat.
Terlebih dengan adanya kemudahan mengajukan pinjol ini, maka animo warga masyarakat, khususnya para pelaku perjudian berutang untuk bermain judol akan cukup tinggi.
PPATK mengemukakan hasil analisis terhadap rekening para pemain judol yang diketahui dananya bersumber dari pinjol.
Fakta lain, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengemukakan bahwa terdapat lima provinsi dengan jumlah pinjol tertinggi, yang menempatkan Jatim pada urutan nomor tiga dengan jumlah total pinjaman sekitar Rp7,8 triliun.
Selain besaran jumlah pinjol yang cukup tinggi, pinjaman macet dari pinjol untuk Jatim mencapai Rp218 miliar.
Sullamul mengungkapkan bahwa pinjaman yang macet tersebut berpotensi memicu terjadinya perbuatan kriminal, seperti penggelapan, pencurian, pembunuhan, bunuh diri, dan lain-lain.
“Jadi, judol merupakan penyakit sosial yang memiliki dampak kerusakan yang sangat besar dan multiplier effect," ujarnya lagi.
"Berdasarkan data yang dihimpun LPBH NU, meliputi meningginya angka perceraian dan masifnya pinjol yang tak terbayar.”
“Pada satu sisi dengan banyaknya perkara yang diputus oleh Pengadilan Negeri di wilayah Jatim menunjukkan kesuksesan dalam penegakan hukum. Namun, terdapat kegagalan dalam pencegahan perjudian di wilayah hukum Jatim,” pungkasnya.
Editor : Khasan Rochmad