Menu
Pencarian

Civitas Fakultas Hukum UWKS dan LBH Adhikara Gelar Seminar Nasional Mengupas Kepailitan: Solusi atau Bencana?

Portaljtv.com - Jumat, 22 Maret 2024 05:27
Civitas Fakultas Hukum UWKS dan LBH Adhikara Gelar Seminar Nasional Mengupas Kepailitan: Solusi atau Bencana?
Fakultas Hukum Universitas Wijaya Kusuma (UWKS) bersama Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Adhikara Surabaya gelar seminar nasional bertajuk “Kepailitan: Solusi atau Bencana?

SURABAYA - Fakultas Hukum Universitas Wijaya Kusuma (UWKS) bersama Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Adhikara Surabaya gelar seminar nasional bertajuk “Kepailitan: Solusi atau Bencana?” pada hari Kamis, 21 Maret 2024 turut didukung oleh UWKS, LBH Adhikara dan kantor hukum Johanes Dipa Widjaja and Partner.

Seminar nasional bertajuk Kepailitan, Solusi atau Bencana? diminati oleh berbagai kalangan, mulai pengusaha, pengacara hingga mahasiswa memenuhi ruang Candi Penataran Universitas Wijaya Kusuma (UWK) Surabaya pada Kamis, 21 Maret 2024.

Jalannya seminar berlangsung interaktif antara pemateri dan para peserta tampak antusias mengajukan pertanyaan pada dua narasumber yakni Dr Dwi Tatak Subagyo SH MH dan Wachid Aditya Ansory dipandu moderator Andien Larasati, mahasiswa UWKS.

Reaksi peserta seminar pun antusias, nampak daribsatu peserta dari Universitas Bhayangkara menanyakan ke narasumber Wachid Aditya Ansory. Peserta menanyakan apakah seorang kreditor bisa mengajukan pailit sementara debitor tidak memiliki aset.

Baca Juga :   Civitas Fakultas Hukum UWKS dan LBH Adhikara Gelar Seminar Nasional Mengupas Kepailitan: Solusi atau Bencana?

Wachid Aditya kerap disapa panggilan Adit juga dengan tegas dan jelas paparkan materi bahwa setidaknya ada dua syarat kepailitan sesuai Pasal 2 ayat (1) UU Kepailitan. Syarat tersebut adalah ada dua atau lebih kreditur; dan ada satu utang yang telah jatuh waktu atau jatuh tempo dan dapat ditagih (due and payable) yang tidak dibayar lunas oleh debitur.

“ Selain dua syarat tersebut tidak ada ketentuan lain, jadi silahkan ajukan saja,” ujarnya.

Sementara Rahmat seorang pengacara yang juga menjadi peserta dalam seminar ini menanyakan pada narasumber Dr Dwi Tatak Subagyo SH MH, apakah dalam Rezim UU No 37 tahun 2004 itu lebih pro ke kreditur atau debitur?

Baca Juga :   Hakim Pengawas Tidak Tegas, 10 Kreditur Surati Hakim Pemutus PN Surabaya

Dr Dwi Tatak Subagyo SH MH selaku narasumber mengatakan bahwa setelah tahun 1998 rezim yang dimaksud tidak memihak ke kreditor maupun debitor namun sebelum tahun tersebut lebih memihak memihak ke kreditor.

Sementara itu Ketua LBH Adhikara, Beryl Cholif Arrachman sampaikan banyak terimakasih atas terjalinnya kerjasama gelar seminar tersebut diikuti berbagai kalangan mulai civitas kampus hingga praktisi hukum berjalan lancar dan meriah.

"Kami mengucapkan terimakasih kepada segenap keluarga besar FH Universitas Wijaya Kusuma atas terjalinnya kerjasama dalam menyelenggarakan seminar ini," ucapnya.

Ia juga berharap kegiatan seminar semacam ini terus diadakan bukan semata-mata. Melainkan dalam rangka menjadi bagian untuk mencerdaskan generasi penerus bangsa paham punya bekal wawasan seputar kepailitan secara luas.

"Yang jelas, tujuan agenda seminar ini adalah sarana edukasi kepada masyarakat melalui wawasan hukum seputar kepailitan berikut juga pengetahuan mekanisme yang diatur undang-undang berlaku terkait proses pemberesan timbulnya utang-piutang para pihak yang dimohonkan dalam hubungan keperdataan dalam penyelesaian ruang pengadilan hubungan industri ditunjuk," terang Beryl.

Perbedaan klasifikasi ketiga jenis kreditur tersebut, khususnya prioritas penyelesaian kewajiban. Sehingga, penting untuk dicermati mengenai pihak yang terlebih dahulu harus dilunasi piutangnya oleh badan usaha selaku debitur.

Seminar ini menghadirkan Dr. Tatak Subagyo SH MH dosen fakuktas hukum UWKS sebagai pembicara terangkan soal kepailitan sudah diatur undang-undang dan aturan berlaku.

Dijelaskan Tatak materi seminar terkait Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) adalah cara hukum untuk menyelesaikan sengketa yang timbul akibat ketidakmampuan seorang debitor untuk melunasi utangnya yang terbukti telah jatuh tempo dan dapat ditagih.

"Hukum kepailitan mestinya tidak hanya perhatikan krediitur dan debitur. Melainkan tujuan pokok pelaksanaan penyelesaian kepentingan badan usaha dalam kaitan pemenuhan hak pekerja," jelasnya.

Rujukan dasar pembagian kreditur dapat terlihat pada Pasal 1131, 1132, 1133 dan 1137 Kitab Undang Undang Hukum Perdata (KUH Perdata). Terdapat 3 jenis kreditur yang harus diperhatikan dalam perkara kepailitan suatu badan usaha yaitu kreditur preferen, separatis dan konkuren.

Untuk jenis kreditur preferen, Tatak menjelaskan sifatnya mendahului dari jenis yang lain seperti tagihan kas negara.

Namun, dia menambahkan sejak dikeluarkannya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 67/PUU-XI/2013 (“Putusan MK 67/2013”) mengutamakan pembayaran upah buruh di atas semua jenis kreditur.

Kemudian, penjelasan pailit juga menegaskan beberapa tinjauan mulai kesehatan keuangan debitor, prosedur permintaan dan penetapan sita jaminan untuk pemberesan kepailitan itu sendiri.

Penyelesaian melalui kepailitan adalah dengan menjual (membereskan) seluruh harta debitor pailit untuk membayar utang, sementara penyelesaian melalui PKPU adalah untuk memampukan debitor membayar utangnya melalui skema restrukturisasi utang.

Sementara ketua LBH Adhikara, Beryl Cholif Arrachman, perbedaan klasifikasi ketiga jenis kreditur tersebut, khususnya prioritas penyelesaian kewajiban. Sehingga, penting untuk dicermati mengenai pihak yang terlebih dahulu harus dilunasi piutangnya oleh badan usaha selaku debitur.

Menurutnya, dalam konteks seminar ini digelar bertema kepailitan lebih kepada penjelasan edukasi tentang bagaimana cara memberikan kesempatan bagi debitur untuk memulai kembali usahanya dengan menghapuskan utang-utangnya.

Sedangkan makna bahwa kepailitan merupakan solusi, adalah bagi debitur yang mengalami kesulitan keuangan dan tidak mampu membayar utang-utangnya.

Kendati demikian, Beryl juga mengingatkan bahwa kepailitan dapat menjadi bencana bagi debitur jika tidak dikelola dengan baik.

Sebab, kepailitan dapat memakan waktu lama dan biaya yang tinggi dalam melakukan pemberesan.

"Tujuan proses kepailitan juga timbul resiko selaku debitur dapat kehilangan aset dan reputasinya akibat kepailitan, itu juga jadi hal pertimbangan terhadap proses dan mekanisme penetapan dari hakim pemutus yang menyidangkan sebuah perkara kepailitan tetap keputusan paling adil dalam penyelesaian sengketa keperdataan," ulasnya.

Selanjutnya, seminar ini juga membahas tentang solusi alternatif kepailitan, seperti Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) dan perdamaian di luar pengadilan. 

Sementara Wachid Aditya Ansory akrab disapa Adit yang juga kurator sebagai pengisi materi seminar tambahkan untuk penjelasan PKPU sendiri memberikan kesempatan bagi debitur untuk merestrukturisasi utang-utangnya dengan krediturnya.

"Seminar ini bertujuan untuk memberikan edukasi kepada masyarakat tentang hukum kepailitan berikut juga pengetahuan mekanisme proses pemberesan timbulnya utang-piutang para pihak yang dimohonkan dalam hubungan hukum pada penetapan putusan pengadilan yang memiliki kekuatan hukum mengikat," bebernya.

Seminar ini diikuti oleh sekitar 200 peserta dari berbagai kalangan, termasuk civitas kampus fakultas hukum, dan pengajar para peserta antusias mengikuti seminar dan mengajukan banyak pertanyaan kepada narasumber.(Ayul Andim)

Editor : Ferry Maulina





Berita Lain